Sunday 27 January 2013

TEATER BANGSAWAN DIRAJA,'KERAJAAN ISLAM NUSANTARA'

Ratu Rimba Niagara shared Prabu Raksa Bumi Kusuma's photo.
35 minutes ago ·
  • MIGRASI BUGIS -DARI PELAUT JADI RAJA(novel Christian Pelras-The Bugis)
Abad ke 17..Johor..Riau..Lingga..mulai di kuasai suku Bugis..yang berasal dari Makassar Sulawesi dari awalnya Pelaut,Bajak Laut,Serdadu Bayaran,,,,hingga menjadi Kerajaan Elit di Malaysia,Singapura..Riau..

Singapura di serahkan kekuasaannya ke Mr Lee Kuan Yew setelah Perang Dunia Ke 2 oleh Perdana Menteri Malaysia yg Pertama Armahum Tengku Abd Rahman 1965.Beliau trah Bugis..

Riau terpisah termasuk dalam wilayah Indonesia..dan masih Raja Raja Riau dari hasil pernikahan campuran Melayu/Bugis masih punya gelar.

Christian Pelras dalam bukunya yang kesohor : The Bugis, bercerita tentang riwayat hidup masyarakat Bugis dari awal abad pertama hingga abad kontemporer. Melalui karyanya itu, Pelras menuturkan kehidupan masyarakat Bugis yang pada mulanya merupakan masyarakat agraris, kemudian bermigrasi sejak jatuhnya Makassar pada tahun 1666. Di perantauan, orang-orang Bugis terkenal sebagai pelaut ulung, serdadu bayaran, dan penguasa kerajaan-kerajaan Islam Nusantara. Peran dan kiprah mereka, telah mewarnai perjalanan sejarah Indonesia, khususnya pada abad ke-18 dan 19 Masehi.
 

Dari Darat ke Laut

Bugis, salah satu dari tiga etnik di Nusantara (selain Banjar dan Minangkabau) yang telah menempatkan manusia-manusianya di seberang lautan sejak ratusan tahun lampau. Kepindahan masyarakat Bugis, lebih disebabkan karena besarnya dorongan politik di Sulawesi Selatan, yang merupakan kampung halaman mereka. Kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar yang telah bersaing sejak abad ke-14, menciptakan ketegangan yang berkepanjangan. Aliansi, ekspansi, dan peperangan yang berlangsung ratusan tahun lamanya, mengundang petualang-petualang asing untuk ikut bermain di dalamnya. Pemerintah Hindia-Belanda yang tahu keadaan ini, menjadi pihak yang paling siap membantu salah satu kerajaan yang bersaing.

Kisah terdiasporanya masyarakat Sulawesi Selatan ke seluruh Nusantara, bermula dari kekonyolan Arung Palakka yang meminta bala bantuan Hindia-Belanda. Ketika itu, kerajaan Bone yang dipimpinnya, memang dalam keadaan terjepit. Di bawah kendali Sultan Hasanuddin, kesultanan Gowa tetangga sekaligus pesaingnya, mencapai puncak peradaban. Wilayahnya yang terus berkembang, mengancam eksistensi Bone yang semakin rapuh. Di pihak lain, ekspansi dagang Gowa ke seberang lautan, juga mengancam jaringan perdagangan Belanda di Indonesia Timur. Keadaan ini menyebabkan, terjadinya aliansi Bone-Belanda di Sulawesi.
Kuatnya aliansi Bone-Belanda, berakibat pada jatuhnya benteng Makassar ke tangan Kompeni. Keadaan ini semakin diperparah oleh Perjanjian Bongaya (tahun 1666) yang melarang orang-orang Bugis pergi melaut. Hingga usai Perang Makassar tahun 1669, seluruh wilayah Kesultanan Gowa telah menjadi bagian dari Pax Nederlandica. Orang-orang Bugis-Makassar yang tak puas dengan kondisi politik Sulawesi Selatan, memilih untuk pergi merantau dan mengancam Belanda di perairan. Mereka bertekad, akan melawan setiap kapal-kapal Belanda yang mereka temui di lautan.
 

Bajak Laut, Serdadu Bayaran, hingga Elit Kerajaan


Kapal Pinisi mengantarkan masyarakat Bugis mengarungi lautan
Menjadi bajak laut dan serdadu bayaran, merupakan dua profesi utama perantau Bugis. Kiprah bajak laut dan perompak Bugis, agak samar-samar terdengar. Di kalangan ahli dan sejarawan, eksistensi mereka sempat menjadi perdebatan. Namun Bernard Vlekke, dalam bukunya : Nusantara, Sejarah Indonesia, melukiskan keberadaan armada perompak Bugis yang banyak berkeliaran di perairan Indonesia. Mereka bercokol di dekat Samarinda, dan menolong sultan-sultan Kalimantan di pantai barat dalam perang-perang internal antar-mereka. Walau kiprah lanun Bugis tidak lebih hebat dari orang-orang Moro, namun serangan sporadis yang mereka lancarkan, kerap menjadi momok menakutkan bagi perusahaan dagang Belanda : VOC.
Reputasi mereka sebagai serdadu bayaran, juga dimanfaatkan oleh pemerintah Hindia-Belanda untuk memperluas jajahannya. Pada masa Perang Paderi (1803-1838), selain orang-orang Ambon dan Madura, laskar Bugis dikenal sebagai serdadu Belanda yang tangguh. Di Jawa, di bawah pimpinan Karaeng Galesong dan Karaeng Naba, mereka berperang melawan pasukan Trunojoyo membela boneka Belanda, Prabu Mangkurat II. Di Banten, pasukan Bugis juga turut membantu Belanda membersihkan sisa-sisa pengikut Sultan Ageng Tirtayasa.
Tahun 1722 huru hara besar terjadi di Johor. Era ini menjadi awal mula serdadu bayaran Bugis berkiprah dalam percaturan politik kerajaan-kerajaan semenanjung. Pada saat itu, pasukan Bugis pimpinan Daeng Perani, menjadi tentara sewaan Bendahara Abdul Jalil untuk merebut tahta Johor dari tangan Raja Kecil, seorang pengelana asal Pagaruyung. Dalam peperangan itu, pasukan Bugis berhasil memenangkan pertarungan, sekaligus menaikkan Abdul Jalil ke singgasana Johor. Walau Abdul Jalil naik tahta, namun posisinya di kerajaan hanya menjadi bayang-bayang Bugis. Pada masa selanjutnya, raja-raja Johor justru banyak datang dari kalangan Bugis-Makassar.
Kerajaan Selangor yang lahir pada abad ke-18, juga didirikan oleh seorang Bugis bergelar Sultan Salehuddin Syah. Dari penelusuran silsilah raja-raja Bugis, diketahui bahwa Salehuddin Syah atau Raja Lumu, merupakan keturunan Daeng Cella, salah satu dari empat saudara Daeng Perani. Kedua kakak-beradik itu, adalah cicit dari raja Luwu terkemuka, Wetenrileleang. Melengkapi Lontara Akkarungeng yang sudah tua, kitab Tuhfat al-Nafis karangan Raja Ali Haji, juga menceritakan kebesaran Bugis di masa lampau.

Tun Abdul Razak dan Najib Tun Razak
Kini, banyak perantau Bugis telah beranak-pinak dan hidup makmur di perantauan. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, sekurangnya 1 juta orang keturunan Bugis bermukim di Kalimantan, 250 ribu orang tinggal di Sumatra, dan 750 ribu orang menjadi warga negara Malaysia. Di antara warga Malaysia, Tun Abdul Razak dan Najib Tun Razak, merupakan dua tokoh Bugis paling cemerlang. Bapak beranak ini, sukses menjadi perdana menteri Malaysia yang kedua dan keenam. Najib dalam kunjungannya ke Gowa setahun nan lampau, mengemukakan bahwa dirinya adalah salah satu contoh sukses perantau Bugis di Malaysia. Sebagai tanda bahwa dirinya merupakan keturunan pelaut Bugis, di ruang kerjanya ditempatkan replika kapal pinisi berukuran sedang. Baginya, kapal pinisi menjadi simbol masyarakat Bugis dalam mengarungi lautan Nusantara
    MIGRASI BUGIS -DARI PELAUT JADI RAJA(novel Christian Pelras-The Bugis)
    Abad ke 17..Johor..Riau..Lingga..mulai di kuasai suku Bugis..yang berasal dari Makassar Sulawesi dari awalnya Pelaut,Bajak Laut,Serdadu Bayaran,,,,hingga menjadi Kerajaan Elit di Malaysia,Singapura..Riau..

    Singapura di serahkan kekuasaannya ke Mr Lee Kuan Yew setelah Perang Dunia Ke 2 oleh Perdana Menteri Malaysia yg Pertama Armahum Tengku Abd Rahman 1965.Beliau trah Bugis..

    Riau terpisah termasuk dalam wilayah Indonesia..dan masih Raja Raja Riau dari hasil pernikahan campuran Melayu/Bugis masih punya gelar.

    Christian Pelras dalam bukunya yang kesohor : The Bugis, bercerita tentang riwayat hidup masyarakat Bugis dari awal abad pertama hingga abad kontemporer. Melalui karyanya itu, Pelras menuturkan kehidupan masyarakat Bugis yang pada mulanya merupakan masyarakat agraris, kemudian bermigrasi sejak jatuhnya Makassar pada tahun 1666. Di perantauan, orang-orang Bugis terkenal sebagai pelaut ulung, serdadu bayaran, dan penguasa kerajaan-kerajaan Islam Nusantara. Peran dan kiprah mereka, telah mewarnai perjalanan sejarah Indonesia, khususnya pada abad ke-18 dan 19 Masehi.


    Dari Darat ke Laut

    Bugis, salah satu dari tiga etnik di Nusantara (selain Banjar dan Minangkabau) yang telah menempatkan manusia-manusianya di seberang lautan sejak ratusan tahun lampau. Kepindahan masyarakat Bugis, lebih disebabkan karena besarnya dorongan politik di Sulawesi Selatan, yang merupakan kampung halaman mereka. Kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar yang telah bersaing sejak abad ke-14, menciptakan ketegangan yang berkepanjangan. Aliansi, ekspansi, dan peperangan yang berlangsung ratusan tahun lamanya, mengundang petualang-petualang asing untuk ikut bermain di dalamnya. Pemerintah Hindia-Belanda yang tahu keadaan ini, menjadi pihak yang paling siap membantu salah satu kerajaan yang bersaing.

    Kisah terdiasporanya masyarakat Sulawesi Selatan ke seluruh Nusantara, bermula dari kekonyolan Arung Palakka yang meminta bala bantuan Hindia-Belanda. Ketika itu, kerajaan Bone yang dipimpinnya, memang dalam keadaan terjepit. Di bawah kendali Sultan Hasanuddin, kesultanan Gowa tetangga sekaligus pesaingnya, mencapai puncak peradaban. Wilayahnya yang terus berkembang, mengancam eksistensi Bone yang semakin rapuh. Di pihak lain, ekspansi dagang Gowa ke seberang lautan, juga mengancam jaringan perdagangan Belanda di Indonesia Timur. Keadaan ini menyebabkan, terjadinya aliansi Bone-Belanda di Sulawesi.
    Kuatnya aliansi Bone-Belanda, berakibat pada jatuhnya benteng Makassar ke tangan Kompeni. Keadaan ini semakin diperparah oleh Perjanjian Bongaya (tahun 1666) yang melarang orang-orang Bugis pergi melaut. Hingga usai Perang Makassar tahun 1669, seluruh wilayah Kesultanan Gowa telah menjadi bagian dari Pax Nederlandica. Orang-orang Bugis-Makassar yang tak puas dengan kondisi politik Sulawesi Selatan, memilih untuk pergi merantau dan mengancam Belanda di perairan. Mereka bertekad, akan melawan setiap kapal-kapal Belanda yang mereka temui di lautan.


    Bajak Laut, Serdadu Bayaran, hingga Elit Kerajaan


    Kapal Pinisi mengantarkan masyarakat Bugis mengarungi lautan
    Menjadi bajak laut dan serdadu bayaran, merupakan dua profesi utama perantau Bugis. Kiprah bajak laut dan perompak Bugis, agak samar-samar terdengar. Di kalangan ahli dan sejarawan, eksistensi mereka sempat menjadi perdebatan. Namun Bernard Vlekke, dalam bukunya : Nusantara, Sejarah Indonesia, melukiskan keberadaan armada perompak Bugis yang banyak berkeliaran di perairan Indonesia. Mereka bercokol di dekat Samarinda, dan menolong sultan-sultan Kalimantan di pantai barat dalam perang-perang internal antar-mereka. Walau kiprah lanun Bugis tidak lebih hebat dari orang-orang Moro, namun serangan sporadis yang mereka lancarkan, kerap menjadi momok menakutkan bagi perusahaan dagang Belanda : VOC.
    Reputasi mereka sebagai serdadu bayaran, juga dimanfaatkan oleh pemerintah Hindia-Belanda untuk memperluas jajahannya. Pada masa Perang Paderi (1803-1838), selain orang-orang Ambon dan Madura, laskar Bugis dikenal sebagai serdadu Belanda yang tangguh. Di Jawa, di bawah pimpinan Karaeng Galesong dan Karaeng Naba, mereka berperang melawan pasukan Trunojoyo membela boneka Belanda, Prabu Mangkurat II. Di Banten, pasukan Bugis juga turut membantu Belanda membersihkan sisa-sisa pengikut Sultan Ageng Tirtayasa.
    Tahun 1722 huru hara besar terjadi di Johor. Era ini menjadi awal mula serdadu bayaran Bugis berkiprah dalam percaturan politik kerajaan-kerajaan semenanjung. Pada saat itu, pasukan Bugis pimpinan Daeng Perani, menjadi tentara sewaan Bendahara Abdul Jalil untuk merebut tahta Johor dari tangan Raja Kecil, seorang pengelana asal Pagaruyung. Dalam peperangan itu, pasukan Bugis berhasil memenangkan pertarungan, sekaligus menaikkan Abdul Jalil ke singgasana Johor. Walau Abdul Jalil naik tahta, namun posisinya di kerajaan hanya menjadi bayang-bayang Bugis. Pada masa selanjutnya, raja-raja Johor justru banyak datang dari kalangan Bugis-Makassar.
    Kerajaan Selangor yang lahir pada abad ke-18, juga didirikan oleh seorang Bugis bergelar Sultan Salehuddin Syah. Dari penelusuran silsilah raja-raja Bugis, diketahui bahwa Salehuddin Syah atau Raja Lumu, merupakan keturunan Daeng Cella, salah satu dari empat saudara Daeng Perani. Kedua kakak-beradik itu, adalah cicit dari raja Luwu terkemuka, Wetenrileleang. Melengkapi Lontara Akkarungeng yang sudah tua, kitab Tuhfat al-Nafis karangan Raja Ali Haji, juga menceritakan kebesaran Bugis di masa lampau.

    Tun Abdul Razak dan Najib Tun Razak
    Kini, banyak perantau Bugis telah beranak-pinak dan hidup makmur di perantauan. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, sekurangnya 1 juta orang keturunan Bugis bermukim di Kalimantan, 250 ribu orang tinggal di Sumatra, dan 750 ribu orang menjadi warga negara Malaysia. Di antara warga Malaysia, Tun Abdul Razak dan Najib Tun Razak, merupakan dua tokoh Bugis paling cemerlang. Bapak beranak ini, sukses menjadi perdana menteri Malaysia yang kedua dan keenam. Najib dalam kunjungannya ke Gowa setahun nan lampau, mengemukakan bahwa dirinya adalah salah satu contoh sukses perantau Bugis di Malaysia. Sebagai tanda bahwa dirinya merupakan keturunan pelaut Bugis, di ruang kerjanya ditempatkan replika kapal pinisi berukuran sedang. Baginya, kapal pinisi menjadi simbol masyarakat Bugis dalam mengarungi lautan Nusantara
    Unlike · · · · Promote
    • You and Garjito Gondokusumo like this.
    • Garjito Gondokusumo TERNYATA MALAYA ADA NUSANTARA. buku PHILOSOPY,EMPIRIS,YURIDIS. JELAS...KENAPA RIBUT..? MEREKA MINTA PENGAKUAN SAUDARA TUA. YA WARISAN BUDAYA. DAN ITU TAK MASALAH PASTI AKAN TETAP PADA DARAH BANGSA MOYANGNYA NUSANTARA YA INDONESIA. Salam gerakan satu bangsa
    • Ratu Rimba Niagara Salam damai senusantara selamanya In Shaa Allah Aameen.
    • Ratu Rimba Niagara SYAIR BAPA KEMERDEKAAN MALAYSIA TUNKU ABDUL RAHMAN

      Tersebutlah kisah seorang putera,
      Tunku Abdul Rahman diberi nama;
      Dikasihi semua rakyat jelata,
      Baik budinya tidak terkira.

      Menyayangi rakyat sepenuh hati,
      Perjuangannya tidak pernah terhenti;
      Disambung oleh pemimpin terkini,
      Cintakan perjuangan tidak bertepi.

      Sokongan rakyat Tunku gembira,
      Rela berkorban harta dan nyawa;
      Demi kerana negara tercinta,
      Asalkan rakyat hidup bahagia.

      Bersama Tun Razak Tunku ke London,
      Untuk bincangkan tentang kemerdekaan;
      Penat dan lelah tidak dihiraukan,
      Asalkan pulang membawa kejayaan.

      Tanggal 31 Ogos 1957 diumumkan kemerdekaan,
      Disambut penuh dengan kegembiraan;
      Ribuan rakyat ceria bersorakkan,
      Tersenyum Tunku tanda kepuasan.

      Tunku laungkan merdeka penuh membara,
      Rakyat menyambut laungan membara-bara;
      Demi kerana negara merdeka,
      Untuk diwarisi rakyat jelata.

      Kemerdekaan dituntut bukannya mudah,
      Penuh dengan penat dan lelah;
      Walaupun tiada pertumpahan darah,
      Agar generasi dapat berteduh.

      Pemimpin dan rakyat harus bersatu,
      Pertahankan negara tanpa jemu;
      Rakyat aman sudahlah tentu,
      Generasi mendatang mendapat restu.

      Tanpa diduga komunis bertandang,
      Menceroboh masuk terus meradang;
      Tunku memikir merasa bimbang,
      Keselamatan negara tidak tergoyang.

      Tunku berbincang secara aman,
      Dengan Chin Peng membuat keputusan;
      Komunis berundur dengan aman,
      Terima kasih Tunku Abdul Rahman.

      Jepun menyerang ke negara kita,
      Ingin berkuasa merebut tahta;
      Kekejaman Jepun rakyat sengsara,
      Makan dan minum berair mata.

      Sana sini mayat bergelimpangan,
      Jepun mengganas tanpa kemanusiaan;
      Asalkan hati penuh kepuasan,
      Kerana hati bertuhankan syaitan.

      Para perajurit ramai terkorban,
      Mempertahankan negara habis-habisan;
      Nyawa di badan jadi taruhan,
      Asalkan negara menjadi aman.

      Perajurit dibantu tentera Inggeris,
      Jepun terus bermuka bengis;
      Berlawan mereka terus menerus,
      Gugurnya perajurit terus ditangis.

      Pergilah perajuritku dengan aman,
      Perjuanganmu menjadi kenangan;
      Kau gugur dalam kemenangan,
      Kuingat dikau di tugu kepahlawanan.

      Jepun mengalah lalu berundur,
      Hiroshima dan Nagasaki bom digugur;
      Sudah terlambat Jepun nak sedar,
      Rakyat mereka ramai yang gugur.

      Tunku hargai jasa perwira,
      Pertahankan negara ke hujung nyawa;
      Rakyat juga amat berbangga,
      Kerana jasamu rakyat terbela.

      Tungku memerintah penuh berhati,
      Rakyat hidup bersatu hati;
      Ke mana pergi Tunku dihormati,
      Pengorbanamu Tunku terus diingati.

      Sekian sahaja kisah Bapa Kemerdekaan,
      Memerdekakan negara demi keamanan;
      Agar generasi turut pertahankan,
      Menjadi warisan sejak berzaman.

      Karya: Ratu Rimba Niagara
      31 Ogos 2011

Ratu Rimba Niagara shared Kami taat setia Kdymm Sultan Kelantan dan Tengku Mahkota Kelantan's photo.
Lagi gambar kenangan Tuanku Sultan turun menjenguk rakyatnya yang menimpa musibah
Lagi gambar kenangan Tuanku Sultan turun menjenguk rakyatnya yang menimpa musibah
Unlike · · · Promote · 5 hours ago ·

0 comments:

Post a Comment

 
;