"SELAMATKAN SASTRAWARISAN BANGSA ANAK CUCU NUSANTARA KARYA SASTERA RATU RIMBA NIAGARA"
Timeline Photos
pada tanggal 26 November 1902 Belanda menangkap Teungku Putroe, di Glumpang Payong dan sebulan kemudian, K. Van der Maaten menahan istri Sultan Muhammad Daud Syah yang seorang lagi Pocut Murong dan Tuanku Ibrahim putra Sultan di Lam Meulo, Pidie. Dengan penangkapan ini, Gubernur Sipil dan Militer van Heutsz mengultimatum Sultan agar segera menyerah. Jika dalam waktu satu bulan Sultan Muhammad Daud Syah tidak mau menyerah, maka anak dan istrinya akan dijatuhi hukuman buang. Akhirnya setelah memberikan perlawanan, menyebrangi sungai dan ngarai, naik turun bukit dan gunung, masuk keluar hutan rimba, tersarung jualah rencong perang. Demi anak dan istri tercinta, pada tanggal 10 Januari 1903 dengan sangat terpaksa Sultan Muhammad Daud Syah bersedia damai dengan Belanda.(Teuku Ibrahim Alifia, 1999 : 153).
Menanggapi surat Belanda yang disampaikan tanggal 8 Januari 1903, Sultan Muhammad Daud Syah pada tanggal 14 Januari 1903 membalas surat Gubernur Sipil dan Militer van Heutsz yang isinya sebagai berikut : ...saya datang di Bandar Kuta Raja hendak menghadap dan menyerahkan diri ke bawah duli Sri Paduka tuan besar. Maka oleh sebab itu dengan sungguh-sungguhnya mengakulah saya bahwa daerah tanah Aceh serta takhluk jajahannya jadi suatu bagian dari pada Hindia Nederland, maka takhluklah Negeri Aceh kepada Kerajaan Belanda maka wajiblah atas badan saya selama-lamanya bersetia kepada Baginda Sri Maharaja Belanda dan kepada wakil Baginda, yaitu Sri Paduka yang dipertuan besar Gubernur Jenderal Hindia Nederland, dari segala aturan dan keputusan yang dijatuhkan atas badan diri saya oleh Sri Paduka yang dipertuan besar saya terima dan junjung di atas kepala saya.(T. Ibraqhim Alfian, 1999 : 137). Pada tanggal 20 Januari 1903 van Heutsz menerima kehadiran Tuanku Muhammad Daud Syah dihadapan para pembesar Belanda dan sebagian dari para pemimpin adat Aceh, Sultan Muhammad Daud Syah mengikrarkan isi surat tersebut di atas. Setelah Sultan menyerah, serdadu Belanda tinggal menghadapi Teuku Panglima Polem. Setelah istri, saudara dan ibunya ditangkap pada tanggal 20 Mei 1903 di tempat kediamannya di Tangse, Pidie, Belanda mengirim ultimatum kepada Panglima Polem agar segera menyerah. Demi istri, ibu dan saudaranya, Teuku Panglima Polem terpaksa juga mengikuti jejak Sultan Muhammad Daud Syah. Pada tanggal 6 September 1903, bersama Tuanku Raja Keumala dan 150 orang pengikutnya, Teuku Panglima Polem berdamai dengan Belanda. Pada tanggal 6 September 1903 di Lhokseumawe, nota perdamaian ditanda tangani dihadapan Kapten Colijn. Setelah menanda tangani nota perdamaian, Sultan Muhammad Daud Syah diperbolehkan bergerak bebas di Aceh besar. Bahkan ia juga dibuatkan rumah tinggal, lengkap dengan perabotannya dan menerima gaji bulanan sebesar 1.200 florin dan anaknya mendapat biaya belajar dari Pemerintah Belanda. Semua fasilitas dan gaji yang diberikan dimaksudkan agar Sultan Muhammad Daud Syah mau membantu kepentingan Bekanda di Aceh. Namun usaha tersebut ternyata hanya sia-sia. Dari hasil penyelidikan intelijen Belanda, ternyata Sultan Muhammad Daud Syah diam-diam memberi sumbangan dan dukungan kepada para pemimpin gerilyawan Aceh. Sultan memanfaatkan Panglima Nyak Asan dan Nyak Abaih sebagai perantara. Ketika tempat kediaman Sultan Muhammad Daud Syah digeledah pada bulan Agustus 1907 ditemukan sejumlah surat milik sultan yang ditujukan kepada para pejuang. Di samping itu, terjadinya serangan kilat ke markas Belanda di Kutaraja pada tanggal 6 Maret 1907 malam, secara tidak langsung juga diatur oleh Sultan Muhammad Daud Syah.(T. Ibrahim Alfian, 1999 : 141). Mengingat di Kutaraja pengaruh Sultan Muhammad Daud Syah masih sangat besar terhadap rakyatnya, van Daalen mengusulkan agar Sultan Muhammad Daud Syah dijauhkan dari daerah Aceh. Dengan ketetapan 24 Desember 1907, Pemerintah Hindia Belanda membuang Sultan Muhammad Daud Syah ke Ambon. Bersama Sultan, turut pula dibuang, Tuanku Husin dan 4 orang putranya, yaitu : Tuanku Johan Lampaseh, pejabat Panglima Sagi Mukim XXVI, Keuchik Syekh dan Nyak Abas.( diolah dari berbagai sumber) — di lam meulo dan ule lhee. |
(PETIKAN DARIPADA GALERI KESATRIA DIRAJA NUSANTARA NIAGARA RATU PUJANGGA CINTA 5 BENUA)
5 Zaulkaedah 1434H
11 Septermber 2013
0 comments:
Post a Comment