UNTUKMU RABEAH
rubeah
kita coba berjalan seiring
memetik bunga bunga
rubeah
kita coba berjalan seiring
memetik bunga bunga
dari kuntum yang belum mekar
tak berwarna
tak ada aroma
mari berlari
mengejar bias bias pelangi
dari langit langit
yang kian menyempit
pegang erat tanganku
agar tak jatuh
di belakang rumahmu
di sebuah telaga kecil
tempatmu membasuh kaki
tiap pagi
aku mandi disana
berenang sepuasku
sambil kau dendangkan
dengan alunan lagu
sajak sajakmu yang dulu
diujung jalan menuju telaga itu
sejenak aku berdiri
menatap bayangan ku
sambil memandang awan
mengitari kita
ranting ranting kering
mulai rapuh
hanya tak sempat
menimpa kau dan aku
dibangku yang kau siapkan
dekat telaga itu
aku duduk
menatap mentari senja
bernyanyi dengan suara parau
bersama desiran angin
yang menerpa
langkah langkah kita
pabila hujan tiba
sebidang kajang
kau bentang
dan aku berlindung dibawahnya
aku ternyum sendiri
membayangkan
seandainya kau berada di sana
tiba tiba
kau melambaikan tangan
menatapku dari jendela rumahmu
yang sengaja kau buka
sambil menyodorkan secangkir kopi
yang tak mungkin
ku minum
karena jarak antara kita
dari cermin mataku
masih dapat kulihat
lekuk lekuk pipimu
yang lembut
penuh mempesona
aku terbuai
pada anganku sendiri
kelopak matamu
yang sayu
memancarkan
sinaran pelangi
menatap tanpa ragu
membuatku terlena
dalam mimpi yang tak pasti
tak terhitung lagi
entah berapa kata
yang kehilangan tanda baca
ketika aku menulis tentangmu
sulit memang
mempertemukan dua ekor singa
dalam satu pentas drama
yang kau inginkan
namun aku tak mampu
menolaknya
entah mengapa
tiba tiba
rabeah buru buru
mengatup jendela
dan ia menghilang
sambil meninggalkan
bayang bayangnya
aku terkesima
------
temul amsal - 19092012-pku
tak berwarna
tak ada aroma
mari berlari
mengejar bias bias pelangi
dari langit langit
yang kian menyempit
pegang erat tanganku
agar tak jatuh
di belakang rumahmu
di sebuah telaga kecil
tempatmu membasuh kaki
tiap pagi
aku mandi disana
berenang sepuasku
sambil kau dendangkan
dengan alunan lagu
sajak sajakmu yang dulu
diujung jalan menuju telaga itu
sejenak aku berdiri
menatap bayangan ku
sambil memandang awan
mengitari kita
ranting ranting kering
mulai rapuh
hanya tak sempat
menimpa kau dan aku
dibangku yang kau siapkan
dekat telaga itu
aku duduk
menatap mentari senja
bernyanyi dengan suara parau
bersama desiran angin
yang menerpa
langkah langkah kita
pabila hujan tiba
sebidang kajang
kau bentang
dan aku berlindung dibawahnya
aku ternyum sendiri
membayangkan
seandainya kau berada di sana
tiba tiba
kau melambaikan tangan
menatapku dari jendela rumahmu
yang sengaja kau buka
sambil menyodorkan secangkir kopi
yang tak mungkin
ku minum
karena jarak antara kita
dari cermin mataku
masih dapat kulihat
lekuk lekuk pipimu
yang lembut
penuh mempesona
aku terbuai
pada anganku sendiri
kelopak matamu
yang sayu
memancarkan
sinaran pelangi
menatap tanpa ragu
membuatku terlena
dalam mimpi yang tak pasti
tak terhitung lagi
entah berapa kata
yang kehilangan tanda baca
ketika aku menulis tentangmu
sulit memang
mempertemukan dua ekor singa
dalam satu pentas drama
yang kau inginkan
namun aku tak mampu
menolaknya
entah mengapa
tiba tiba
rabeah buru buru
mengatup jendela
dan ia menghilang
sambil meninggalkan
bayang bayangnya
aku terkesima
------
temul amsal - 19092012-pku
0 comments:
Post a Comment