Merah Putih Harga Mati shared his photo.
SELAMAT TINGGAL PANCASILA....!!!!
REFORMASI SUDAH KEBLABASAN INDONESIA LIBERALISASI,
Oleh : Kanjeng Pangeran Norman Hadinegoro,SE.MM.
Bangsa Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 telah menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara RI dan Filsafah Bangsa. Dengan begitu segala kehidupan yang bersangkutan dengan Negara RI harus dilandasi Pancasila, termasuk pelaksanaan Demokrasi. Ini lebih diperkuat oleh kesadaran bangsa Indonesia bahwa Pancasila adalah Jatidiri Bangsa.
Sebetulnya kata Demokrasi tidak ada dalam Pancasila. Akan tetapi pengertian yang terkandung dalam kata Demokrasi ada dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Dalam Pancasila pengertian Demokrasi disebut Kerakyatan. Akan tetapi sesuai dengan judul tulisan ini dan perkembangan yang telah dan sedang terjadi di Indonesia maka selanjutnya digunakan kata Demokrasi yang sama dengan Kerakyatan dalam Pancasila.
Karena pelaksanaan Demokrasi dalam kehidupan satu bangsa tidak dapat lepas dari Jatidiri dan Budaya bangsa, maka Demorasi di Indonesia tidak dapat dilandasi pandangan hidup yang bukan-Pancasila, seperti pandangan hidup dunia Barat yang mengedepankan Individualisme dan Liberalisme. Sebab nilai-nilai yang dikandung Pancasila sangat berbeda dengan pandangan hidup Barat itu. Maka kalau di Indonesia sejak Reformasi 1998 berlaku Demokrasi Barat yang landasannya individualisme-individualisme, maka ini merupakan sesuatu yang seharusnya tidak terjadi di Indonesia.
Sejak bangsa Indonesia menyiapkan kemerdekaannya pada tahun 1945 selalu menjadi pertanyaan bagaimana sistem pemerintahan yang tepat dan paling bermanfaat untuk bangsa itu. Dengan kemudian ditetapkannya Pancasila sebagai Filsafah dan Pandangan Hidup Bangsa serta Dasar Negara Republik Indonesia, mulai jelas apa yang menjadi Tujuan Bangsa. Hal ini makin tegas setelah dirumuskan dan disetujui Undang-Undang Dasar 1945 pada 18 Agustus 1945.
Secara universal dan umum dapat dikatakan bahwa Demokrasi adalah sistem kenegaraan yang mengakui bahwa dalam negara itu Kedaulatan ada di tangan Rakyat. Hal ini menghasilkan sistem kenegaraan yang memungkinkan semua warga bangsa mempunyai kesempatan mewujudkan aspirasinya.
Dalam sejarah umat manusia tampak bahwa demokrasi berkembang sesuai dengan kondisi bangsa yang bersangkutan, termasuk nilai budayanya, pandangan hidupnya serta adat-istiadatnya. Dengan begitu tiap-tiap bangsa mempunyai caranya sendiri mewujudkan demokrasi. Hal iu antara lain tampak di Eropa Barat ; sekalipun bangsa-bangsa Eropa Barat mempunyai banyak kesamaan budaya, pandangan hidup dan adat-istiadat, namun demokrasi yang diwujudkan di masing-masing bangsa Eropa Barat tidak sama. Hal itu dapat dilihat pada perwujudan demokrasi di Perancis dan Inggeris yang tidak sepenuhnya sama. Bahkan antara bangsa Amerika Serikat dan Inggeris yang sama-sama digolongkan bangsa Anglo Saxon terdapat perbedaan besar dalam pelaksanaan demokrasi.
Itu memberikan kesimpulan bahwa pengertian demokrasi bersifat universal, tetapi perwujudannya dan pelaksanaannya di tiap-tiap negara dilakukan sesuai budaya, pandangan hidup, jatidiri bangsa di negara itu. Tidak ada pelaksanaan atau perwujudan demokrasi yang universal dan berlaku bagi semua bangsa. Maka tidaklah benar anggapan sementara orang, termasuk di Indonesia, bahwa demokrasi Barat adalah pelaksanaan demokrasi yang universal dan harus diterapkan pada semua bangsa. Anggapan demikian sejak tahun 1945 ada pada sementara orang Indonesia, terutama mereka yang menyangsikan terwujudnya kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi terutama kuatsekali setelah terjadi Reformasi pada tahun 1998.
Padahal demokrasi bangsa Indonesia tidak sama dan tidak harus sama dengan yang dilakukan bangsa lain, termasuk bangsa Barat yang pandangan hidupnya berbeda dari Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
Ada perbedaan prinsipiil atau mendasar dalam pandangan hidup Barat dan Pancasila, seperti tempat Individu dalam pergaulan hidup. Dalam pandangan Barat individu adalah mahluk otonom yang bebas sepenuhnya untuk mengejar semua kehendaknya. Dalam pandangan itu individu membentuk kehidupan bersama dengan individu lain adalah karena dorongan rasionya untuk menjamin keamanan dan kesejahteraannya, bukan karena secara alamiah individu ditakdirkan hidup bersama individu lain.
Sebaliknya dalam pandangan Pancasila individu secara alamiah merupakan bagian dari kesatuan lebih besar, yaitu keluarga. Individu tidak bisa lepas dari Keluarga. Dalam keluarga tidak ada anggotanya yang sama benar, selalu ada perbedaan antara mereka. Akan tetapi sekalipun berbeda satu sama lain mereka merupakan anggota satu keluarga. Maka terjadi Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan. Oleh sebab itu pandangan Pancasila dan bangsa Indonesia adalah bahwa hidup merupakan Kebersamaan atau Kekeluargaan. Kehidupan dalam pandangan Pancasila dilakukan dalam Harmoni antara individu sebagai anggota keluaarga maupun sebagai anggota masyarakat. Individu diakui eksistensinya dan dibenarkan untuk mengejar yang terbaik baginya, tetapi itu tidak pernah lepas dari kepentingan Kebersamaan / Kekeluargaan. Ini berbeda mendasar dari individualisme dan liberalisme Barat. Perbedaan mendasar itu berpengaruh sekali terhadap pelaksanaan demokrasi.
Selain itu dalam pandangan Barat dalam negara harus berlaku sekularitas, yaitu terpisahnya Negara dan Agama. Maka demokrasi Barat bersifat sekuler, dalam arti bahwa tidak ada faktor Ketuhanan atau religie yang mempengaruhinya. Sebaliknya demokrasi Indonesia tidak dapat lepas dari faktor Ketuhanan Yang Maha Esa yang merupakan sila pertama Pancasila. Memang NKRI bukan negara berdasarkan agama atau negara agama, namun ia bukan pula negara sekuler yang menolak faktor agama dalam kehidupan bernegara. Ada yang mengritik “sikap bukan ini bukan itu” sebagai sikap yang a-moral dan ambivalent, tetapi dalam perkembangan cara berpikir dalam melihat Alam Semesta, khususnya yang dibuktikan oleh Quantum Physics, hal ini fenomena normal dalam Alam ini. Maka karena sikap itu demokrasi Indonesia tidak pernah boleh lepas dari faktor moralitas.
Dengan landasan individualisme-liberalisme di Barat individu selalu mencari keunggulan bagi dirinya. Sebab itu Demokrasi Barat cenderung diekspresikan mengejar kemenangan dan kekuasaan. Dalam demokrasi Barat adalah normal kalau partai politik mengejar kekuasaan agar dengan kekuasaan itu dapat mewujudkan kepentingannya dengan seluas-luasnya (The Winner takes all). Ia hanya mengakomodasi kepentingan pihak lain karena dan kalau itu sesuai dengan kepentingannya. Jadi kalau ada sikap Win-Win Solution dilakukan di Barat, hal itu bukan karena prinsip Kebersamaan, melainkan karena faktor Manfaat semata-mata.
Indonesia berdasarkan Pancasila demokrasi dilaksanakan melalui Musyawarah untuk Mufakat. Jadi dianggap tidak benar bahwa pihak yang sedikit jumlahnya atau minoritas dapat di”bulldozer” oleh pihak mayoritas yang besar jumlahnya. Itu berarti bahwa demokrasi Indonesia pada prinsipnya mengusahakan Win-Win Solution dan bukan karena faktor manfaat semata-mata. Namun demikian, kalau musyawarah tidak kunjung mencapai mufakat sedangkan keadaan memerlukan keputusan saat itu, tidak tertutup kemungkinan penyelesaian didasarkan jumlah suara. Maka voting dilakukan karena faktor Manfaat. Jadi terbalik dari pandangan demokrasi Barat.
Dalam demokrasi Indonesia tidak hanya faktor Politik yang perlu ditegakkan, tetapi juga faktor kesejahteraan bagi orang banyak sebagaimana dikehendaki sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Jadi demokrasi Indonesia bukan hanya demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial. Bahkan sesuai dengan Tujuan Bangsa dapat dikatakan bahwa demokrasi Indonesia adalah demokrasi kesejahteraan dan kebahagiaan dan bukan demokrasi kekuasaan seperti di Barat. Hal itu kemudian berakibat bahwa pembentukan partai-partai politik yang juga dilakukan dalam demokrasi Indonesia, mengarah pada perwujudan kehidupan sejahtera bangsa Karena demokrasi Indonesia adalah demokrasi kesejahteraan, maka wahana pelaksanaan demokrasi Indonesia tidak hanya partai politik. Banyak anggota masyarakat mengutamakan perannya dalam masyarakat sebagai karyawan atau menjalankan fungsi masyarakat tertentu untuk membangun kesejahteraan, bukan sebagai politikus. Mereka tidak berminat turut serta dalam partai politik. Karena kepentingan bangsa juga meliputi mereka, maka selayaknya mereka ikut pula dalam proses demokrasi, termasuk demokrasi politik. Oleh sebab itu di samping peran partai politik ada peran Golongan Fungsional atau Golongan2
Demikian pula Indonesia adalah satu negara yang luas wilayahnya dan terbagi dalam banyak Daerah dan banyak Etnik yang semuanya termasuk dalam Keluarga Bangsa Indonesia. Oleh sebab itu di samping peran partai politik dan golkar, harus diperhatikan faktor Keterwakilan setiap Daerah dan Etnik dalam mengatur dan mengurus bangsa Indonesia sebagai satu Keluarga. Maka ada Utusan Daerah yang mewakili daerahnya dan etniknya masing-masing dalam menentukan jalannya Bahtera Indonesia. Dengan begitu jelas sekali bahwa Sistem Politik atau Demokrasi Pancasila mengutamakan keterwakilan, sebagaimana tertera dalam Sila 4 Pancasila, yaitu Kerakyatan dalam hikmah kebijaksanaan Permusyawaratan-Perwakilan. Sedangkan demokrasi Barat hanya mementingkan keterpilihan warga negara untuk berpartisipasi dalam demokrasi. Sebagaimana prinsip Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan menjamin setiap bagian untuk mengejar yang terbaik, maka Daerah yang banyak jumlahnya dan aneka ragam sifatnya perlu memperoleh kesempatan mengurus dirinya sesuai pandangannya, tetapi tanpa mengabaikan kepentingan seluruh bangsa dan NKRI.
Otonomi Daerah harus menjadi bagian penting dari demokrasi Indonesia dan mempunyai peran luas bagi pencapaian Tujuan Bangsa. Akan tetapi di samping ada perbedaan antara Demokrasi berdasarkan Pancasila dan Demokrasi Barat ada pula persamaannya. Oleh karena Demokrasi di dunia adalah perkembangan politik modern yang dimulai di dunia Barat, maka umumnya lembaga-lembaga demokrasi yang telah dikembangkan Barat digunakan dan dikembangkan bagian dunia lainnya. Istilah-istilah Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif digunakan secara umum dengan diterjemahkan ke bahasa bangsa yang menggunakannya.
Lembaga Perwakilan Rakyat diadakan pula dalam Demokrasi berdasarkan Pancasila dengan istilah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) . Untuk Eksekutif digunakan kata Presiden sebagai Kepala Negara, karena bangsa Indonesia tidak membangun kerajaan atau kekaisaran , melainkan negara berbentuk Republik. Demikian pula Menteri sebagai pembantu Presiden. Juga dibentuk Partai-Partai Politik sebagai organisasi warga negara berkumpul untuk mengedepankan aspirasinya. Diadakan Pemilihan Umum di mana Rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam Lembaga Perwakilan Rakyat. Dengan begitu terjadi perbedaan antara demokrasi berdasarkan Pancasila dan demokrasi Barat karena ada perbedaan prinsipiil dalam pandangan hidup dan budaya bangsa. Akan tetapi ada persamaan yang bersangkutan dengan bangunan kelembagaan.
Berdasarkan prinsip-prinsip yang berlaku bagi pelaksanaan demokrasi yang dilandasi Pancasila, maka telah disusun Undang-Undang Dasar bagi Negara Republik Indonesia. Hal itulah yang dilakukan para Pendiri Negara pada 18 Agustus 1945. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan dasar untuk mengatur sistem pemerintahan dalam rangka demokrasi Indonesia. Yang dimaksud adalah UUD 1945 yang asli dan belum dirobah dengan 4 Amandemen tahun 2002. Sebab setelah ada 4 Amandemen itu hakikatnya UUD 1945 telah berubah jiwanya dari Pancasila ke individualis-liberalis. Jadi tidak cocok dengan keperluan kita. Sebab itu harus kita kembalikan Undang-Undang Dasar 1945 kepada kondisinya yang asli agar kehidupan bangsa Indonesia berjalan sesuai dengan Pancasila Dasar Negara RI.
Untuk mengembalikan UUD 1945 ke aslinya ada 2 alternatif jalan. Yang pertama adalah mengembalikan UUD 1945 yang asli sebagai UUD yang sah. Ini dapat dilakukan melalui berbagai kemungkinan, seperti didekritkan oleh Presiden RI, melalui keputusan DPR minta MPR bersidang atau melalui Referendum. Yang kedua adalah melalui proses pengkajian kembali UUD 1945 yang telah di-amandemen. Pengkajian ini dilakukan tim yang diprakarsai dan dipimpin pimpinan MPR. Karena posisi dan fungsi MPR telah sangat dirugikan oleh UUD 1945 yang di-amandemen maka ada kemungkinan besar pimpinan MPR bersedia melakukannya. Pegkajian itu harus menghasilkan UUD yang sesuai dengan UUD 1945 asli, meskipun tidak mustahil dengan tambahan untuk penyempurnaannya.
Jalan pertama, terutama melalui satu dekrit Presiden RI, adalah cara paling cepat. Akan tetapi secara politik dipertanyakan apakah Presiden RI bersedia melakukannya, apalagi sekarang. Jalan DPR akan amat sukar berhasil karena akan ditentang banyak anggota DPR yang diuntungkan oleh keadaan UUD 1945 setelah di-amandemen. Sedangkan melalui referendum juga memerlukan persetujuan DPR yang amat besar kemungkinan menolak.
Jadi harus ditempuh jalan kedua, yaitu melalui pengkajian yang dilakukan oleh satu tim yang diprakarsai pimpinan MPR sekarang. Ini satu proses lama tapi dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sebab melalui pengkajian kembali dapat dihilangkan semua akibat buruk dari amandemen, yaitu yang membuat Batang Tubuh UUD bertentangan dengan Pembukaannya sendiri. Selain itu dapat dilakukan penyempurnaan UUD 1945, kalau dianggap perlu, dengan mengadakan penambahan. Akan tetapi tidak dalam bentuk amandemen melainkan sebagai addendum UUD 1945. Juga Penjelasan UUD harus dikembalikan, karena UUD tanpa Penjelasan kurang menjamin adanya pemahaman yang benar dari isi UUD itu.
Dengan semangat yang kuat untuk mempunyai kembali UUD 1945 sesuai dengan Pancasila kita harapkan pengkajian ini dapat dilakukan secepat dan setepat mungkin. Dalam pengkajian itu penting sekali ditegakkan kembali fungsi dan peran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pelaksana Kedaulatan Rakyat. Fungsi dan peran MPR ini telah ditiadakan oleh amandemen 2002 dan MPR sekarang hanya merupakan lembaga yang menghimpun keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Yang akhir ini adalah satu lembaga yang tidak terdapat dalam UUD 1945 yang asli. Mungkin badan itu dibentuk karena para pemrakarsa amandemen diilhami badan perwakilan di AS yang namanya Senate yang bersama-sama House of Representatives membentuk Congress. Akan tetapi MPR di sistem politik Indonesia jauh berbeda fungsi dan perannya dari Congress di AS. Sebagai Penjelmaan Rakyat, MPR memegang kekuasaan tertinggi di NKRI. Anggota MPR terdiri atas warga negara yang dipilih dalam Pemilihan Umum, wakil Golongan yang ditentukan oleh Organisasi Golongan Karya dan utusan Daerah yang ditetapkan oleh Gubernur Provinsi bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I. MPR menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang harus menjadi pedoman segala kegiatan Negara dan Bangsa untuk masa mendatang. Ia mengangkat Presiden RI untuk memegang kekuasaan pemerintahan dan melaksanakan GBHN. Serta menetapkan Wakil Presiden RI untuk membantu Presiden RI.
Pemilihan Presiden RI dan Wakil Presiden RI langsung oleh Rakyat sebagaimana sekarang terjadi menambah legitimacy Presiden dan Wakil Presiden. Akan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan bahwa MPR memegang kekuasaan tertinggi di NKRI. Di samping Presiden RI ada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sama tinggi kedudukannya dengan Presiden. Presiden sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang selalu memerlukan persetujuan DPR, termasuk undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan jalan itu DPR menjalankan kontrol atau pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi Presiden. Karena pengawasan ini erat hubungannya dengan pelaksanaan GBHN yang berasal dari MPR, maka DPR melakukan pengawasan atas nama MPR. Sebab itu anggota DPR berasal dari MPR yang menetapkan separuh dari jumlah anggotanya menjadi anggota DPR. Dengan begitu dalam DPR perlu ada anggota yang berasal dari Parpol, wakil Golongan maupun Utusan Daerah karena semua mereka sebagai bagian dari Penjelmaan Rakyat berkepentingan atas pelaksanaan pemerintahan yang baik. Presiden RI didampingi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang pimpinan dan anggotanya ditetapkan melalui undang-undang. DPA memberikan advis kepada Presiden, diminta atau tidak diminta. Selain itu Presiden RI didampingi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga dibentuk berdasarkan undang-undang. BPK berfungsi untuk memeriksa tanggungjawab keuangan negara dan menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada DPR.
Presiden RI juga didampingi Mahkamah Agung (MA) yang dibentuk menurut undang-undang. MA memimpin seluruh badan kehakiman NKRI yang dibentuk menurut undang-undang. Untuk menjalankan pemerintahan Presiden RI mengangkat Menteri-Menteri yang memimpin departemen pemerintahan atau memimpin badan non-departemen. Presiden RI, Wakil Presiden RI beserta semua Menteri merupakan Pemerintah RI.Di dalam menjalankan fungsi pemerintahan Presiden bertanggungjawab kepada MPR, sedangkan para Menteri bertanggungjawab kepada Presiden RI. Indonesia terdiri dari Daerah-Daerah Tingkat Satu atau Provinsi yang ditetapkan dengan undang-undang. Demikian pula Daerah Tingkat Satu terdiri dari Daerah Tingkat II atau Kabupaten dan Kota yang juga dibentuk dengan undang-undang. Untuk memberikan otonomi yang luas kepada Daerah maka semua Daerah Tingkat Dua adalah daerah otonom. Sedangkan Daerah Tingkat Satu memegang kekuasaan pemerintahan yang mewakili Pusat dalam memimpin Daerah Tingkat Dua sebagai bagian integral NKRI.
Atas dasar itu Kepala Daerah Tingkat Dua, yaitu Bupati dan Wali Kota, dipilih langsung oleh Rakyat, kecuali pimpinan Kota yang berada di Daerah Tingkat Satu Jakarta Raya. Setiap Daerah Tingkat Dua mempunyai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tk Dua yang anggotanya dipilih oleh Rakyat untuk mereka yang berasal dari partai politik; selain itu ada anggota yang ditetapkan oleh Sekber Golkar. DPRD II membantu Bupati / Wali Kota dalam menjalankan pemerintahan di daerahnya. Dalam menjalankan pekerjaannya Bupati / Wali Kota bertanggungjawab kepada Gubernur / Kepala Daerah Tingkat Satu.
Kepala Daerah Tingkat Satu, yaitu Gubernur, ditetapkan oleh Presiden RI berdasarkan usul yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Satu . Gubernur merupakan perpanjangan Pemerintah Pusat untuk mengatur jalannya pemerintahan di Daerah Tk I sesuai dengan ketentuan otonomi daerah. Dalam pekerjaannya Gubernur bertanggungjawab kepada Presiden RI. Gubernur dibantu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Satu yang anggotanya dipilih oleh Rakyat dan ditetapkan oleh Sekber Golkar. Gubernur bersama DPRD I menetapkan Utusan Daerah untuk duduk dalam MPR. Masyarakat membentuk Partai-partai politik (Parpol) untuk memperjuangkan aspirasinya. Anggota Parpol dalam Pemilihan Umum dipilih oleh Rakyat untuk menjadi wakil rakyat dalam MPR dan juga untuk menjadi wakil rakyat dalam DPRD Tingkat I dan Tingkat II.
Selain itu dibentuk Organisasi Golongan Karya yang menghimpun para warga negara yang memperjuangkan aspirasinya melalui pekerjaan fungsional dalam masyarakat. Organisasi ini menetapkan wakil golongan untuk duduk dalam MPR, DPRD Tingkat I dan Tingkat II.
UUD 1945 di samping mengatur Demokrasi Politik juga mengatur Demokrasi Ekonomi dan Demokrasi Sosial. Dengan begitu terwujud kehidupan bangsa yang tenteram-damai-produktif dan tidak terganggu oleh konflik antara golongan kaya dan miskin, antara Pusat dan Daerah, antara etnik yang berbeda, atau antara umat agama yang beda. Demokrasi baru dapat dikatakan berjalan baik di Indonesia, kalau baik Demokrasi Politik maupun Demokrasi Ekonomi dan Demokrasi Sosial menjadi kenyataan.
Memperhatikan hal-hal yang diuraikan di atas tentang Demokrasi berdasarkan Pancasila atau Demokrasi Indonesia, maka demokrasi yang sekarang berlaku dan berjalan di Indonesia amat besar kekurangannya, bahkan banyak aspeknya yang secara mendasar bertentangan dengan Pancasila. Juga perilaku para pelaku dalam bidang Eksekutif, Legislatif dan Yudakatif, serta warga masyarakat banyak sekali yang tidak sesuai dengan Demokrasi berdasarkan Pancasila.
REFORMASI SUDAH KEBLABASAN INDONESIA LIBERALISASI,
Oleh : Kanjeng Pangeran Norman Hadinegoro,SE.MM.
Bangsa Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 telah menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara RI dan Filsafah Bangsa. Dengan begitu segala kehidupan yang bersangkutan dengan Negara RI harus dilandasi Pancasila, termasuk pelaksanaan Demokrasi. Ini lebih diperkuat oleh kesadaran bangsa Indonesia bahwa Pancasila adalah Jatidiri Bangsa.
Sebetulnya kata Demokrasi tidak ada dalam Pancasila. Akan tetapi pengertian yang terkandung dalam kata Demokrasi ada dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Dalam Pancasila pengertian Demokrasi disebut Kerakyatan. Akan tetapi sesuai dengan judul tulisan ini dan perkembangan yang telah dan sedang terjadi di Indonesia maka selanjutnya digunakan kata Demokrasi yang sama dengan Kerakyatan dalam Pancasila.
Karena pelaksanaan Demokrasi dalam kehidupan satu bangsa tidak dapat lepas dari Jatidiri dan Budaya bangsa, maka Demorasi di Indonesia tidak dapat dilandasi pandangan hidup yang bukan-Pancasila, seperti pandangan hidup dunia Barat yang mengedepankan Individualisme dan Liberalisme. Sebab nilai-nilai yang dikandung Pancasila sangat berbeda dengan pandangan hidup Barat itu. Maka kalau di Indonesia sejak Reformasi 1998 berlaku Demokrasi Barat yang landasannya individualisme-individualisme, maka ini merupakan sesuatu yang seharusnya tidak terjadi di Indonesia.
Sejak bangsa Indonesia menyiapkan kemerdekaannya pada tahun 1945 selalu menjadi pertanyaan bagaimana sistem pemerintahan yang tepat dan paling bermanfaat untuk bangsa itu. Dengan kemudian ditetapkannya Pancasila sebagai Filsafah dan Pandangan Hidup Bangsa serta Dasar Negara Republik Indonesia, mulai jelas apa yang menjadi Tujuan Bangsa. Hal ini makin tegas setelah dirumuskan dan disetujui Undang-Undang Dasar 1945 pada 18 Agustus 1945.
Secara universal dan umum dapat dikatakan bahwa Demokrasi adalah sistem kenegaraan yang mengakui bahwa dalam negara itu Kedaulatan ada di tangan Rakyat. Hal ini menghasilkan sistem kenegaraan yang memungkinkan semua warga bangsa mempunyai kesempatan mewujudkan aspirasinya.
Dalam sejarah umat manusia tampak bahwa demokrasi berkembang sesuai dengan kondisi bangsa yang bersangkutan, termasuk nilai budayanya, pandangan hidupnya serta adat-istiadatnya. Dengan begitu tiap-tiap bangsa mempunyai caranya sendiri mewujudkan demokrasi. Hal iu antara lain tampak di Eropa Barat ; sekalipun bangsa-bangsa Eropa Barat mempunyai banyak kesamaan budaya, pandangan hidup dan adat-istiadat, namun demokrasi yang diwujudkan di masing-masing bangsa Eropa Barat tidak sama. Hal itu dapat dilihat pada perwujudan demokrasi di Perancis dan Inggeris yang tidak sepenuhnya sama. Bahkan antara bangsa Amerika Serikat dan Inggeris yang sama-sama digolongkan bangsa Anglo Saxon terdapat perbedaan besar dalam pelaksanaan demokrasi.
Itu memberikan kesimpulan bahwa pengertian demokrasi bersifat universal, tetapi perwujudannya dan pelaksanaannya di tiap-tiap negara dilakukan sesuai budaya, pandangan hidup, jatidiri bangsa di negara itu. Tidak ada pelaksanaan atau perwujudan demokrasi yang universal dan berlaku bagi semua bangsa. Maka tidaklah benar anggapan sementara orang, termasuk di Indonesia, bahwa demokrasi Barat adalah pelaksanaan demokrasi yang universal dan harus diterapkan pada semua bangsa. Anggapan demikian sejak tahun 1945 ada pada sementara orang Indonesia, terutama mereka yang menyangsikan terwujudnya kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi terutama kuatsekali setelah terjadi Reformasi pada tahun 1998.
Padahal demokrasi bangsa Indonesia tidak sama dan tidak harus sama dengan yang dilakukan bangsa lain, termasuk bangsa Barat yang pandangan hidupnya berbeda dari Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
Ada perbedaan prinsipiil atau mendasar dalam pandangan hidup Barat dan Pancasila, seperti tempat Individu dalam pergaulan hidup. Dalam pandangan Barat individu adalah mahluk otonom yang bebas sepenuhnya untuk mengejar semua kehendaknya. Dalam pandangan itu individu membentuk kehidupan bersama dengan individu lain adalah karena dorongan rasionya untuk menjamin keamanan dan kesejahteraannya, bukan karena secara alamiah individu ditakdirkan hidup bersama individu lain.
Sebaliknya dalam pandangan Pancasila individu secara alamiah merupakan bagian dari kesatuan lebih besar, yaitu keluarga. Individu tidak bisa lepas dari Keluarga. Dalam keluarga tidak ada anggotanya yang sama benar, selalu ada perbedaan antara mereka. Akan tetapi sekalipun berbeda satu sama lain mereka merupakan anggota satu keluarga. Maka terjadi Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan. Oleh sebab itu pandangan Pancasila dan bangsa Indonesia adalah bahwa hidup merupakan Kebersamaan atau Kekeluargaan. Kehidupan dalam pandangan Pancasila dilakukan dalam Harmoni antara individu sebagai anggota keluaarga maupun sebagai anggota masyarakat. Individu diakui eksistensinya dan dibenarkan untuk mengejar yang terbaik baginya, tetapi itu tidak pernah lepas dari kepentingan Kebersamaan / Kekeluargaan. Ini berbeda mendasar dari individualisme dan liberalisme Barat. Perbedaan mendasar itu berpengaruh sekali terhadap pelaksanaan demokrasi.
Selain itu dalam pandangan Barat dalam negara harus berlaku sekularitas, yaitu terpisahnya Negara dan Agama. Maka demokrasi Barat bersifat sekuler, dalam arti bahwa tidak ada faktor Ketuhanan atau religie yang mempengaruhinya. Sebaliknya demokrasi Indonesia tidak dapat lepas dari faktor Ketuhanan Yang Maha Esa yang merupakan sila pertama Pancasila. Memang NKRI bukan negara berdasarkan agama atau negara agama, namun ia bukan pula negara sekuler yang menolak faktor agama dalam kehidupan bernegara. Ada yang mengritik “sikap bukan ini bukan itu” sebagai sikap yang a-moral dan ambivalent, tetapi dalam perkembangan cara berpikir dalam melihat Alam Semesta, khususnya yang dibuktikan oleh Quantum Physics, hal ini fenomena normal dalam Alam ini. Maka karena sikap itu demokrasi Indonesia tidak pernah boleh lepas dari faktor moralitas.
Dengan landasan individualisme-liberalisme di Barat individu selalu mencari keunggulan bagi dirinya. Sebab itu Demokrasi Barat cenderung diekspresikan mengejar kemenangan dan kekuasaan. Dalam demokrasi Barat adalah normal kalau partai politik mengejar kekuasaan agar dengan kekuasaan itu dapat mewujudkan kepentingannya dengan seluas-luasnya (The Winner takes all). Ia hanya mengakomodasi kepentingan pihak lain karena dan kalau itu sesuai dengan kepentingannya. Jadi kalau ada sikap Win-Win Solution dilakukan di Barat, hal itu bukan karena prinsip Kebersamaan, melainkan karena faktor Manfaat semata-mata.
Indonesia berdasarkan Pancasila demokrasi dilaksanakan melalui Musyawarah untuk Mufakat. Jadi dianggap tidak benar bahwa pihak yang sedikit jumlahnya atau minoritas dapat di”bulldozer” oleh pihak mayoritas yang besar jumlahnya. Itu berarti bahwa demokrasi Indonesia pada prinsipnya mengusahakan Win-Win Solution dan bukan karena faktor manfaat semata-mata. Namun demikian, kalau musyawarah tidak kunjung mencapai mufakat sedangkan keadaan memerlukan keputusan saat itu, tidak tertutup kemungkinan penyelesaian didasarkan jumlah suara. Maka voting dilakukan karena faktor Manfaat. Jadi terbalik dari pandangan demokrasi Barat.
Dalam demokrasi Indonesia tidak hanya faktor Politik yang perlu ditegakkan, tetapi juga faktor kesejahteraan bagi orang banyak sebagaimana dikehendaki sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Jadi demokrasi Indonesia bukan hanya demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial. Bahkan sesuai dengan Tujuan Bangsa dapat dikatakan bahwa demokrasi Indonesia adalah demokrasi kesejahteraan dan kebahagiaan dan bukan demokrasi kekuasaan seperti di Barat. Hal itu kemudian berakibat bahwa pembentukan partai-partai politik yang juga dilakukan dalam demokrasi Indonesia, mengarah pada perwujudan kehidupan sejahtera bangsa Karena demokrasi Indonesia adalah demokrasi kesejahteraan, maka wahana pelaksanaan demokrasi Indonesia tidak hanya partai politik. Banyak anggota masyarakat mengutamakan perannya dalam masyarakat sebagai karyawan atau menjalankan fungsi masyarakat tertentu untuk membangun kesejahteraan, bukan sebagai politikus. Mereka tidak berminat turut serta dalam partai politik. Karena kepentingan bangsa juga meliputi mereka, maka selayaknya mereka ikut pula dalam proses demokrasi, termasuk demokrasi politik. Oleh sebab itu di samping peran partai politik ada peran Golongan Fungsional atau Golongan2
Demikian pula Indonesia adalah satu negara yang luas wilayahnya dan terbagi dalam banyak Daerah dan banyak Etnik yang semuanya termasuk dalam Keluarga Bangsa Indonesia. Oleh sebab itu di samping peran partai politik dan golkar, harus diperhatikan faktor Keterwakilan setiap Daerah dan Etnik dalam mengatur dan mengurus bangsa Indonesia sebagai satu Keluarga. Maka ada Utusan Daerah yang mewakili daerahnya dan etniknya masing-masing dalam menentukan jalannya Bahtera Indonesia. Dengan begitu jelas sekali bahwa Sistem Politik atau Demokrasi Pancasila mengutamakan keterwakilan, sebagaimana tertera dalam Sila 4 Pancasila, yaitu Kerakyatan dalam hikmah kebijaksanaan Permusyawaratan-Perwakilan. Sedangkan demokrasi Barat hanya mementingkan keterpilihan warga negara untuk berpartisipasi dalam demokrasi. Sebagaimana prinsip Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan menjamin setiap bagian untuk mengejar yang terbaik, maka Daerah yang banyak jumlahnya dan aneka ragam sifatnya perlu memperoleh kesempatan mengurus dirinya sesuai pandangannya, tetapi tanpa mengabaikan kepentingan seluruh bangsa dan NKRI.
Otonomi Daerah harus menjadi bagian penting dari demokrasi Indonesia dan mempunyai peran luas bagi pencapaian Tujuan Bangsa. Akan tetapi di samping ada perbedaan antara Demokrasi berdasarkan Pancasila dan Demokrasi Barat ada pula persamaannya. Oleh karena Demokrasi di dunia adalah perkembangan politik modern yang dimulai di dunia Barat, maka umumnya lembaga-lembaga demokrasi yang telah dikembangkan Barat digunakan dan dikembangkan bagian dunia lainnya. Istilah-istilah Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif digunakan secara umum dengan diterjemahkan ke bahasa bangsa yang menggunakannya.
Lembaga Perwakilan Rakyat diadakan pula dalam Demokrasi berdasarkan Pancasila dengan istilah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) . Untuk Eksekutif digunakan kata Presiden sebagai Kepala Negara, karena bangsa Indonesia tidak membangun kerajaan atau kekaisaran , melainkan negara berbentuk Republik. Demikian pula Menteri sebagai pembantu Presiden. Juga dibentuk Partai-Partai Politik sebagai organisasi warga negara berkumpul untuk mengedepankan aspirasinya. Diadakan Pemilihan Umum di mana Rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam Lembaga Perwakilan Rakyat. Dengan begitu terjadi perbedaan antara demokrasi berdasarkan Pancasila dan demokrasi Barat karena ada perbedaan prinsipiil dalam pandangan hidup dan budaya bangsa. Akan tetapi ada persamaan yang bersangkutan dengan bangunan kelembagaan.
Berdasarkan prinsip-prinsip yang berlaku bagi pelaksanaan demokrasi yang dilandasi Pancasila, maka telah disusun Undang-Undang Dasar bagi Negara Republik Indonesia. Hal itulah yang dilakukan para Pendiri Negara pada 18 Agustus 1945. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan dasar untuk mengatur sistem pemerintahan dalam rangka demokrasi Indonesia. Yang dimaksud adalah UUD 1945 yang asli dan belum dirobah dengan 4 Amandemen tahun 2002. Sebab setelah ada 4 Amandemen itu hakikatnya UUD 1945 telah berubah jiwanya dari Pancasila ke individualis-liberalis. Jadi tidak cocok dengan keperluan kita. Sebab itu harus kita kembalikan Undang-Undang Dasar 1945 kepada kondisinya yang asli agar kehidupan bangsa Indonesia berjalan sesuai dengan Pancasila Dasar Negara RI.
Untuk mengembalikan UUD 1945 ke aslinya ada 2 alternatif jalan. Yang pertama adalah mengembalikan UUD 1945 yang asli sebagai UUD yang sah. Ini dapat dilakukan melalui berbagai kemungkinan, seperti didekritkan oleh Presiden RI, melalui keputusan DPR minta MPR bersidang atau melalui Referendum. Yang kedua adalah melalui proses pengkajian kembali UUD 1945 yang telah di-amandemen. Pengkajian ini dilakukan tim yang diprakarsai dan dipimpin pimpinan MPR. Karena posisi dan fungsi MPR telah sangat dirugikan oleh UUD 1945 yang di-amandemen maka ada kemungkinan besar pimpinan MPR bersedia melakukannya. Pegkajian itu harus menghasilkan UUD yang sesuai dengan UUD 1945 asli, meskipun tidak mustahil dengan tambahan untuk penyempurnaannya.
Jalan pertama, terutama melalui satu dekrit Presiden RI, adalah cara paling cepat. Akan tetapi secara politik dipertanyakan apakah Presiden RI bersedia melakukannya, apalagi sekarang. Jalan DPR akan amat sukar berhasil karena akan ditentang banyak anggota DPR yang diuntungkan oleh keadaan UUD 1945 setelah di-amandemen. Sedangkan melalui referendum juga memerlukan persetujuan DPR yang amat besar kemungkinan menolak.
Jadi harus ditempuh jalan kedua, yaitu melalui pengkajian yang dilakukan oleh satu tim yang diprakarsai pimpinan MPR sekarang. Ini satu proses lama tapi dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sebab melalui pengkajian kembali dapat dihilangkan semua akibat buruk dari amandemen, yaitu yang membuat Batang Tubuh UUD bertentangan dengan Pembukaannya sendiri. Selain itu dapat dilakukan penyempurnaan UUD 1945, kalau dianggap perlu, dengan mengadakan penambahan. Akan tetapi tidak dalam bentuk amandemen melainkan sebagai addendum UUD 1945. Juga Penjelasan UUD harus dikembalikan, karena UUD tanpa Penjelasan kurang menjamin adanya pemahaman yang benar dari isi UUD itu.
Dengan semangat yang kuat untuk mempunyai kembali UUD 1945 sesuai dengan Pancasila kita harapkan pengkajian ini dapat dilakukan secepat dan setepat mungkin. Dalam pengkajian itu penting sekali ditegakkan kembali fungsi dan peran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pelaksana Kedaulatan Rakyat. Fungsi dan peran MPR ini telah ditiadakan oleh amandemen 2002 dan MPR sekarang hanya merupakan lembaga yang menghimpun keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Yang akhir ini adalah satu lembaga yang tidak terdapat dalam UUD 1945 yang asli. Mungkin badan itu dibentuk karena para pemrakarsa amandemen diilhami badan perwakilan di AS yang namanya Senate yang bersama-sama House of Representatives membentuk Congress. Akan tetapi MPR di sistem politik Indonesia jauh berbeda fungsi dan perannya dari Congress di AS. Sebagai Penjelmaan Rakyat, MPR memegang kekuasaan tertinggi di NKRI. Anggota MPR terdiri atas warga negara yang dipilih dalam Pemilihan Umum, wakil Golongan yang ditentukan oleh Organisasi Golongan Karya dan utusan Daerah yang ditetapkan oleh Gubernur Provinsi bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I. MPR menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang harus menjadi pedoman segala kegiatan Negara dan Bangsa untuk masa mendatang. Ia mengangkat Presiden RI untuk memegang kekuasaan pemerintahan dan melaksanakan GBHN. Serta menetapkan Wakil Presiden RI untuk membantu Presiden RI.
Pemilihan Presiden RI dan Wakil Presiden RI langsung oleh Rakyat sebagaimana sekarang terjadi menambah legitimacy Presiden dan Wakil Presiden. Akan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan bahwa MPR memegang kekuasaan tertinggi di NKRI. Di samping Presiden RI ada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sama tinggi kedudukannya dengan Presiden. Presiden sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang selalu memerlukan persetujuan DPR, termasuk undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan jalan itu DPR menjalankan kontrol atau pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi Presiden. Karena pengawasan ini erat hubungannya dengan pelaksanaan GBHN yang berasal dari MPR, maka DPR melakukan pengawasan atas nama MPR. Sebab itu anggota DPR berasal dari MPR yang menetapkan separuh dari jumlah anggotanya menjadi anggota DPR. Dengan begitu dalam DPR perlu ada anggota yang berasal dari Parpol, wakil Golongan maupun Utusan Daerah karena semua mereka sebagai bagian dari Penjelmaan Rakyat berkepentingan atas pelaksanaan pemerintahan yang baik. Presiden RI didampingi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang pimpinan dan anggotanya ditetapkan melalui undang-undang. DPA memberikan advis kepada Presiden, diminta atau tidak diminta. Selain itu Presiden RI didampingi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga dibentuk berdasarkan undang-undang. BPK berfungsi untuk memeriksa tanggungjawab keuangan negara dan menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada DPR.
Presiden RI juga didampingi Mahkamah Agung (MA) yang dibentuk menurut undang-undang. MA memimpin seluruh badan kehakiman NKRI yang dibentuk menurut undang-undang. Untuk menjalankan pemerintahan Presiden RI mengangkat Menteri-Menteri yang memimpin departemen pemerintahan atau memimpin badan non-departemen. Presiden RI, Wakil Presiden RI beserta semua Menteri merupakan Pemerintah RI.Di dalam menjalankan fungsi pemerintahan Presiden bertanggungjawab kepada MPR, sedangkan para Menteri bertanggungjawab kepada Presiden RI. Indonesia terdiri dari Daerah-Daerah Tingkat Satu atau Provinsi yang ditetapkan dengan undang-undang. Demikian pula Daerah Tingkat Satu terdiri dari Daerah Tingkat II atau Kabupaten dan Kota yang juga dibentuk dengan undang-undang. Untuk memberikan otonomi yang luas kepada Daerah maka semua Daerah Tingkat Dua adalah daerah otonom. Sedangkan Daerah Tingkat Satu memegang kekuasaan pemerintahan yang mewakili Pusat dalam memimpin Daerah Tingkat Dua sebagai bagian integral NKRI.
Atas dasar itu Kepala Daerah Tingkat Dua, yaitu Bupati dan Wali Kota, dipilih langsung oleh Rakyat, kecuali pimpinan Kota yang berada di Daerah Tingkat Satu Jakarta Raya. Setiap Daerah Tingkat Dua mempunyai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tk Dua yang anggotanya dipilih oleh Rakyat untuk mereka yang berasal dari partai politik; selain itu ada anggota yang ditetapkan oleh Sekber Golkar. DPRD II membantu Bupati / Wali Kota dalam menjalankan pemerintahan di daerahnya. Dalam menjalankan pekerjaannya Bupati / Wali Kota bertanggungjawab kepada Gubernur / Kepala Daerah Tingkat Satu.
Kepala Daerah Tingkat Satu, yaitu Gubernur, ditetapkan oleh Presiden RI berdasarkan usul yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Satu . Gubernur merupakan perpanjangan Pemerintah Pusat untuk mengatur jalannya pemerintahan di Daerah Tk I sesuai dengan ketentuan otonomi daerah. Dalam pekerjaannya Gubernur bertanggungjawab kepada Presiden RI. Gubernur dibantu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Satu yang anggotanya dipilih oleh Rakyat dan ditetapkan oleh Sekber Golkar. Gubernur bersama DPRD I menetapkan Utusan Daerah untuk duduk dalam MPR. Masyarakat membentuk Partai-partai politik (Parpol) untuk memperjuangkan aspirasinya. Anggota Parpol dalam Pemilihan Umum dipilih oleh Rakyat untuk menjadi wakil rakyat dalam MPR dan juga untuk menjadi wakil rakyat dalam DPRD Tingkat I dan Tingkat II.
Selain itu dibentuk Organisasi Golongan Karya yang menghimpun para warga negara yang memperjuangkan aspirasinya melalui pekerjaan fungsional dalam masyarakat. Organisasi ini menetapkan wakil golongan untuk duduk dalam MPR, DPRD Tingkat I dan Tingkat II.
UUD 1945 di samping mengatur Demokrasi Politik juga mengatur Demokrasi Ekonomi dan Demokrasi Sosial. Dengan begitu terwujud kehidupan bangsa yang tenteram-damai-produktif dan tidak terganggu oleh konflik antara golongan kaya dan miskin, antara Pusat dan Daerah, antara etnik yang berbeda, atau antara umat agama yang beda. Demokrasi baru dapat dikatakan berjalan baik di Indonesia, kalau baik Demokrasi Politik maupun Demokrasi Ekonomi dan Demokrasi Sosial menjadi kenyataan.
Memperhatikan hal-hal yang diuraikan di atas tentang Demokrasi berdasarkan Pancasila atau Demokrasi Indonesia, maka demokrasi yang sekarang berlaku dan berjalan di Indonesia amat besar kekurangannya, bahkan banyak aspeknya yang secara mendasar bertentangan dengan Pancasila. Juga perilaku para pelaku dalam bidang Eksekutif, Legislatif dan Yudakatif, serta warga masyarakat banyak sekali yang tidak sesuai dengan Demokrasi berdasarkan Pancasila.
Merah Putih Harga Mati shared PRESIDEN INDONESIA's photo.
"BUNG KARNO : "PERSETAN DENGAN PBB"
Merah Putih Harga Mati shared PRESIDEN INDONESIA's photo.
"BUNG KARNO : "PERSETAN DENGAN PBB"
Suatu hal yang lumrah apabila kita melihat seseorang berkorban demi apa yang dicintainya, demikian juga Bung Karno. Demi Indonesia Bung Karno mengabaikan penyakit yang menggerogoti dirinya. Bung Karno selalu tampil prima dihadapan publik, walau pada hakekatnya dia dalam keadaan lemah. Hal tersebut dilakukan demi menjaga rasa percaya diri seluruh rakyat Indonesia.
Berulang kali dokter pribadinya memberi nasihat kepada Bung Karno. Ini terkait dengan sakit ginjalnya, yakin makin parah di akhir tahun 60-an. “Kalau Bapak bisa tenang sedikit, dan tidak berteriak-teriak, niscaya Bapak tidak akan mendapat ulcers.” Yang dimaksud dokter adalah peradangan pada lambung akibat sakit ginjalnya itu. Baru saja dokter berhenti memberikan nasihatnya, Bung Karno meradang dan berteriak, “Bagaimana aku bisa tenang kalau setiap lima menit menerima kabar buruk?”
Berteriak adalah “hobi” Sukarno. Ia berteriak untuk memberi semangat rakyatnya. Ia berteriak juga untuk mengganyang musuh-musuh negara. Jika konteksnya adalah membakar semangat rakyat, maka Bung Karno adalah seorang orator ulung. Bahkan paling unggul pada zamannya. Sebaliknya, jika ia berteriak karena terinjak dan teraniaya harga dirinya sebagai presiden dan kepala negara, maka Sukarno adalah presiden paling berani yang pernah hidup di atas bumi ini.
“Inggris kita linggis! Amerika kita setrika!”, atau “Go to hell with your aid” yang ditujukan kepada Amerika.
“Malaysia kita ganyang. Hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu”, yang ini saat Indonesia berkonfrontasi dengan di negara boneka bernama Malaysia.
Bukan hanya itu. Organisasi dunia yang bernama Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pun pernah dilawan. Tanggal 20 Januari 1965, Bung Karno menarik Indonesia dari keanggotaan PBB. Ini karena ketidak-becusan PBB dalam menangani persoalan anggota-anggotanya, termasuk dalam kaitan konflik Indonesia – Malaysia. Ada enam alasan yang tak bisa dibantah siapa pun, termasuk Sekjen PBB sendiri, yang menjadi dasar Indonesia menarik diri dari keanggotaan PBB.
Pertama, soal kedudukan PBB di Amerika Serikat. Bung Karno mengkritik, dalam suasana perang dingin Amerika Serikat dan Uni Sovyet lengkap dengan perang urat syaraf yang terjadi, maka tidak sepatutnya markas PBB justru berada di salah satu negara pelaku perang dingin tersebut. Bung Karno mengusulkan agar PBB bermarkas di Jenewa, atau di Asia, Afrika, atau daerah netral lain di luar blok Amerika dan Sovyet.
Kedua, PBB yang lahir pasca perang dunia kedua, dimaksudkan untuk bisa menyelesaikan pertikaian antarnegara secara cepat dan menentukan. Akan tetapi yang terjadi justru PBB selalu tegang dan lamban dalam menyikapi konflik antar negara. Indonesia mengalami dua kali, yakni saat pembebasan Irian Barat, dan Malaysia. Dalam kedua perkara itu, PBB tidak membawa penyelesaian, kecuali hanya menjadi medan perdebatan. Selain itu, pasca perang dunia II, banyak negara baru, yang baru saja terbebas dari penderitaan penjajahan, tetapi faktanya dalam piagam-piagam yang dilahirkan maupun dalam preambule-nya, tidak pernah menyebut perkataan kolonialisme. Singkatnya, PBB tidak menempatkan negara-negara yang baru merdeka secara proporsional.
Ketiga, Organisasi dan keanggotaan Dewan Keamanan mencerminkan peta ekonomi, militer dan kekuatan tahun 1945, tidak mencerminkan bangkitnya negara-negara sosialis serta munculnya perkembangan cepat kemerdekaan negara-negara di Asia dan Afrika. Mereka tidak diakomodir karena hak veto hanya milik Amerika, Inggris, Rusia, Perancis, dan Taiwan. Kondisi yang tidak aktual lagi, tetapi tidak ada satu orang pun yang berusaha bergerak mengubahnya.
Keempat, soal sekretariat yang selalu dipegang kepala staf berkebangsaan Amerika. Tidak heran jika hasil kebijakannya banyak mengakomodasi kepentingan Barat, setidaknya menggunakan sistem Barat. Bung Karno tidak dapat menunjung tinggi sistem itu dengan dasar, “Imperialisme dan kolonialisme adalah anak kandung dari sistem Negara Barat. Seperti halnya mayoritas anggota PBB, aku benci imperialisme dan aku jijik pada kolonialisme.”
Kelima, Bung Karno menganggap PBB keblinger dengan menolak perwakilan Cina, sementara di Dewan Keamanan duduk Taiwan yang tidak diakui oleh Indonesia. Di mata Bung Karno, “Dengan mengesampingkan bangsa yang besar, bangsa yang agung dan kuat dalam arti jumlah penduduk, kebudayaan, kemampuan, peninggalan kebudayaan kuno, suatu bangsa yang penuh kekuatan dan daya-ekonomi, dengan mengesampingkan bangsa itu, maka PBB sangat melemahkan kekuatan dan kemampuannya untuk berunding justru karena ia menolak keanggotaan bangsa yang terbesar di dunia.”
Keenam, tidak adanya pembagian yang adil di antara personal PBB dalam lembaga-lembaganya. Bekas ketua UNICEF adalah seorang Amerika. Ketua Dana Khusus adalah Amerika. Badan Bantuan Teknik PBB diketuai orang Inggris. Bahkan dalam persengketaan Asia seperti halnya pembentukan Malaysia, maka plebisit yang gagal yang diselenggarakan PBB, diketuai orang Amerika bernama Michelmore.
Bagi sebagian kepala negara, sikap keluar dari PBB dianggap sikap nekad. Bung Karno tidak hanya keluar dari PBB. Lebih dari itu, ia membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces/ Conefo) sebagai alternatif persatuan bangsa-bangsa selain PBB. Konferensi ini sedianya digelar akhir tahun 1966. Langkah tegas dan berani Sukarno langsung mendapat dukungan banyak negara, khususnya di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Bahkan sebagian Eropa juga mendukung.
Sebagai tandingan Olimpiade, Bung Karno bahkan menyelenggarakan Ganefo (Games of the New Emerging Forces) yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta pada 10 – 22 November 1963. Pesta olahraga ini diikuti oleh 2.250 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan asing.
Bung Karno dengan Conefo dan Ganefo, sudah menunjukkan kepada dunia, bahwa organisasi bangsa-bangsa tidak mesti harus satu, dan hanya PBB. Bung Karno sudah mengeluarkan terobosan itu. Sayang, konspirasi internasional (Barat) yang didukung segelintir pengkhianat dalam negeri (seperti Angkatan ’66, sejumlah perwira TNI-AD, serta segelintir cendekiawan pro Barat, dan beberapa orang keblinger), berhasil merekayasa tumbangnya Bung Karno. Wallahu a’lam.
Suatu hal yang lumrah apabila kita melihat seseorang berkorban demi apa yang dicintainya, demikian juga Bung Karno. Demi Indonesia Bung Karno mengabaikan penyakit yang menggerogoti dirinya. Bung Karno selalu tampil prima dihadapan publik, walau pada hakekatnya dia dalam keadaan lemah. Hal tersebut dilakukan demi menjaga rasa percaya diri seluruh rakyat Indonesia.
Berulang kali dokter pribadinya memberi nasihat kepada Bung Karno. Ini terkait dengan sakit ginjalnya, yakin makin parah di akhir tahun 60-an. “Kalau Bapak bisa tenang sedikit, dan tidak berteriak-teriak, niscaya Bapak tidak akan mendapat ulcers.” Yang dimaksud dokter adalah peradangan pada lambung akibat sakit ginjalnya itu. Baru saja dokter berhenti memberikan nasihatnya, Bung Karno meradang dan berteriak, “Bagaimana aku bisa tenang kalau setiap lima menit menerima kabar buruk?”
Berteriak adalah “hobi” Sukarno. Ia berteriak untuk memberi semangat rakyatnya. Ia berteriak juga untuk mengganyang musuh-musuh negara. Jika konteksnya adalah membakar semangat rakyat, maka Bung Karno adalah seorang orator ulung. Bahkan paling unggul pada zamannya. Sebaliknya, jika ia berteriak karena terinjak dan teraniaya harga dirinya sebagai presiden dan kepala negara, maka Sukarno adalah presiden paling berani yang pernah hidup di atas bumi ini.
“Inggris kita linggis! Amerika kita setrika!”, atau “Go to hell with your aid” yang ditujukan kepada Amerika.
“Malaysia kita ganyang. Hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu”, yang ini saat Indonesia berkonfrontasi dengan di negara boneka bernama Malaysia.
Bukan hanya itu. Organisasi dunia yang bernama Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pun pernah dilawan. Tanggal 20 Januari 1965, Bung Karno menarik Indonesia dari keanggotaan PBB. Ini karena ketidak-becusan PBB dalam menangani persoalan anggota-anggotanya, termasuk dalam kaitan konflik Indonesia – Malaysia. Ada enam alasan yang tak bisa dibantah siapa pun, termasuk Sekjen PBB sendiri, yang menjadi dasar Indonesia menarik diri dari keanggotaan PBB.
Pertama, soal kedudukan PBB di Amerika Serikat. Bung Karno mengkritik, dalam suasana perang dingin Amerika Serikat dan Uni Sovyet lengkap dengan perang urat syaraf yang terjadi, maka tidak sepatutnya markas PBB justru berada di salah satu negara pelaku perang dingin tersebut. Bung Karno mengusulkan agar PBB bermarkas di Jenewa, atau di Asia, Afrika, atau daerah netral lain di luar blok Amerika dan Sovyet.
Kedua, PBB yang lahir pasca perang dunia kedua, dimaksudkan untuk bisa menyelesaikan pertikaian antarnegara secara cepat dan menentukan. Akan tetapi yang terjadi justru PBB selalu tegang dan lamban dalam menyikapi konflik antar negara. Indonesia mengalami dua kali, yakni saat pembebasan Irian Barat, dan Malaysia. Dalam kedua perkara itu, PBB tidak membawa penyelesaian, kecuali hanya menjadi medan perdebatan. Selain itu, pasca perang dunia II, banyak negara baru, yang baru saja terbebas dari penderitaan penjajahan, tetapi faktanya dalam piagam-piagam yang dilahirkan maupun dalam preambule-nya, tidak pernah menyebut perkataan kolonialisme. Singkatnya, PBB tidak menempatkan negara-negara yang baru merdeka secara proporsional.
Ketiga, Organisasi dan keanggotaan Dewan Keamanan mencerminkan peta ekonomi, militer dan kekuatan tahun 1945, tidak mencerminkan bangkitnya negara-negara sosialis serta munculnya perkembangan cepat kemerdekaan negara-negara di Asia dan Afrika. Mereka tidak diakomodir karena hak veto hanya milik Amerika, Inggris, Rusia, Perancis, dan Taiwan. Kondisi yang tidak aktual lagi, tetapi tidak ada satu orang pun yang berusaha bergerak mengubahnya.
Keempat, soal sekretariat yang selalu dipegang kepala staf berkebangsaan Amerika. Tidak heran jika hasil kebijakannya banyak mengakomodasi kepentingan Barat, setidaknya menggunakan sistem Barat. Bung Karno tidak dapat menunjung tinggi sistem itu dengan dasar, “Imperialisme dan kolonialisme adalah anak kandung dari sistem Negara Barat. Seperti halnya mayoritas anggota PBB, aku benci imperialisme dan aku jijik pada kolonialisme.”
Kelima, Bung Karno menganggap PBB keblinger dengan menolak perwakilan Cina, sementara di Dewan Keamanan duduk Taiwan yang tidak diakui oleh Indonesia. Di mata Bung Karno, “Dengan mengesampingkan bangsa yang besar, bangsa yang agung dan kuat dalam arti jumlah penduduk, kebudayaan, kemampuan, peninggalan kebudayaan kuno, suatu bangsa yang penuh kekuatan dan daya-ekonomi, dengan mengesampingkan bangsa itu, maka PBB sangat melemahkan kekuatan dan kemampuannya untuk berunding justru karena ia menolak keanggotaan bangsa yang terbesar di dunia.”
Keenam, tidak adanya pembagian yang adil di antara personal PBB dalam lembaga-lembaganya. Bekas ketua UNICEF adalah seorang Amerika. Ketua Dana Khusus adalah Amerika. Badan Bantuan Teknik PBB diketuai orang Inggris. Bahkan dalam persengketaan Asia seperti halnya pembentukan Malaysia, maka plebisit yang gagal yang diselenggarakan PBB, diketuai orang Amerika bernama Michelmore.
Bagi sebagian kepala negara, sikap keluar dari PBB dianggap sikap nekad. Bung Karno tidak hanya keluar dari PBB. Lebih dari itu, ia membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces/ Conefo) sebagai alternatif persatuan bangsa-bangsa selain PBB. Konferensi ini sedianya digelar akhir tahun 1966. Langkah tegas dan berani Sukarno langsung mendapat dukungan banyak negara, khususnya di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Bahkan sebagian Eropa juga mendukung.
Sebagai tandingan Olimpiade, Bung Karno bahkan menyelenggarakan Ganefo (Games of the New Emerging Forces) yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta pada 10 – 22 November 1963. Pesta olahraga ini diikuti oleh 2.250 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan asing.
Bung Karno dengan Conefo dan Ganefo, sudah menunjukkan kepada dunia, bahwa organisasi bangsa-bangsa tidak mesti harus satu, dan hanya PBB. Bung Karno sudah mengeluarkan terobosan itu. Sayang, konspirasi internasional (Barat) yang didukung segelintir pengkhianat dalam negeri (seperti Angkatan ’66, sejumlah perwira TNI-AD, serta segelintir cendekiawan pro Barat, dan beberapa orang keblinger), berhasil merekayasa tumbangnya Bung Karno. Wallahu a’lam.
"CAPRES TUA AKAN JADI BERHALA POLITIK, BENCANA BUAT BANGSA"
Merdeka.com - Sejumlah nama calon presiden (capres) sudah ramai didengungkan jelang perhelatan demokrasi lima tahunan di Pilpres 2014. Dari nama-nama yang ada, masih didominasi oleh wajah-wajah lama yang dinilai sudah tak layak lagi meramaikan bursa capres tahun ini.
Direktur Pusat Kajian Pancasila, Hukum, dan Demokrasi Universitas Negeri Semarang (PUSKAPHDEM), Arif Hidayat, meminta agar politikus tua seperti Aburizal Bakrie (Ical), Megawati Soekarnoputri dan lainnya berbesar hati menyingkir dari bursa calon presiden. Menurut dia, jika para sesepuh politik itu berkeras maju dalam kompetisi memperebutkan kursi RI-1, maka hal itu akan menjadi bencana bagi bangsa.
"Mestinya mereka harus bisa menerima dan legowo dengan memberi jalan kepada calon presiden muda bertarung. Kalau mereka tetap berkeras, mereka akan jadi berhala politik dan itu adalah bencana buat bangsa," kata Arif dalam acara diskusi di Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (9/2).
Menurut Arif, mestinya para politikus memahami politik sebagai seni mengabdi kepada rakyat, dan bukan memperebutkan kekuasaan semata buat memuluskan kepentingannya. Menurut dia, mestinya para politikus itu menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi.
"Seharusnya partai politik seperti Golkar, PDIP, dan lainnya yang calon presidennya berusia di atas 55 tahun seharusnya legowo dan menerima aspirasi baru dan menyajikan tokoh-tokoh yang mudah diterima dan disukai banyak orang," ujar Arif.
Sementara itu, akademisi Universitas Al-Azhar, Ziyad Falahi, pesimis para politikus tua bakal memberikan jalan kepada para calon presiden muda bersaing dalam bursa pemilihan. Menurut dia, justru kaum muda harus bersaing dan berani mengambil resiko menggaet peluang tanpa terus-menerus meminta restu terlebih dulu.
"Apakah Aburizal Bakrie dan Megawati akan memberikan tiketnya untuk capres muda? Belum tentu. Maka dari itu karakter memberontak pemuda harus dimunculkan supaya mendobrak kepemimpinan kaum muda," kata Ziyad.
Diketahui, sejauh ini sudah ada beberapa nama yang digadang bakal menjadi capres di Pilpres 2014. Di antaranya, Aburizal Bakrie (Ical), Prabowo Subianto, Wiranto, Jusuf Kalla, Mahfud MD, Megawati Soekarnoputri dan Rhoma Irama.
Merdeka.com - Sejumlah nama calon presiden (capres) sudah ramai didengungkan jelang perhelatan demokrasi lima tahunan di Pilpres 2014. Dari nama-nama yang ada, masih didominasi oleh wajah-wajah lama yang dinilai sudah tak layak lagi meramaikan bursa capres tahun ini.
Direktur Pusat Kajian Pancasila, Hukum, dan Demokrasi Universitas Negeri Semarang (PUSKAPHDEM), Arif Hidayat, meminta agar politikus tua seperti Aburizal Bakrie (Ical), Megawati Soekarnoputri dan lainnya berbesar hati menyingkir dari bursa calon presiden. Menurut dia, jika para sesepuh politik itu berkeras maju dalam kompetisi memperebutkan kursi RI-1, maka hal itu akan menjadi bencana bagi bangsa.
"Mestinya mereka harus bisa menerima dan legowo dengan memberi jalan kepada calon presiden muda bertarung. Kalau mereka tetap berkeras, mereka akan jadi berhala politik dan itu adalah bencana buat bangsa," kata Arif dalam acara diskusi di Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (9/2).
Menurut Arif, mestinya para politikus memahami politik sebagai seni mengabdi kepada rakyat, dan bukan memperebutkan kekuasaan semata buat memuluskan kepentingannya. Menurut dia, mestinya para politikus itu menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi.
"Seharusnya partai politik seperti Golkar, PDIP, dan lainnya yang calon presidennya berusia di atas 55 tahun seharusnya legowo dan menerima aspirasi baru dan menyajikan tokoh-tokoh yang mudah diterima dan disukai banyak orang," ujar Arif.
Sementara itu, akademisi Universitas Al-Azhar, Ziyad Falahi, pesimis para politikus tua bakal memberikan jalan kepada para calon presiden muda bersaing dalam bursa pemilihan. Menurut dia, justru kaum muda harus bersaing dan berani mengambil resiko menggaet peluang tanpa terus-menerus meminta restu terlebih dulu.
"Apakah Aburizal Bakrie dan Megawati akan memberikan tiketnya untuk capres muda? Belum tentu. Maka dari itu karakter memberontak pemuda harus dimunculkan supaya mendobrak kepemimpinan kaum muda," kata Ziyad.
Diketahui, sejauh ini sudah ada beberapa nama yang digadang bakal menjadi capres di Pilpres 2014. Di antaranya, Aburizal Bakrie (Ical), Prabowo Subianto, Wiranto, Jusuf Kalla, Mahfud MD, Megawati Soekarnoputri dan Rhoma Irama.
Ratu Rimba Niagara shared Susilo Bambang Yudhoyono's photo.
PEMERINTAH BERJIWA RAKYAT
SEORANG PEMERINTAH YANG IKHLAS PENTINGKAN RAKYAT
SENTIASA MEMIKIRKAN RAKYAT
KESUSAHAN HIDUP RAKYAT
SEHINGGA DI SAAT KRISIS
RELA KANTONGNYA KEMPES
JANGAN KANTONG RAKYAT YANG KOSONG
INILAH JIWA PEMERINTAH YANG TULUS IKHLAS UNTUK RAKYATNYA
SALUT SAMA BAPAK SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
MOGA RAKYAT RASA BERSYUKUR DIKURNIAKAN PEMERINTAH SEPERTI BAPAK
" Saat krisis, kalo ada yang harus kempes kantongnya, biarlah yang agak kempes kantongnya Pemerintah. Jangan kantong rakyat yang kosong.
- Susilo Bambang Yudhoyono -
RATU RIMBA NIAGARA & SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
11 Rabiulakhir 1435H
11 Februari 2014M
SEORANG PEMERINTAH YANG IKHLAS PENTINGKAN RAKYAT
SENTIASA MEMIKIRKAN RAKYAT
KESUSAHAN HIDUP RAKYAT
SEHINGGA DI SAAT KRISIS
RELA KANTONGNYA KEMPES
JANGAN KANTONG RAKYAT YANG KOSONG
INILAH JIWA PEMERINTAH YANG TULUS IKHLAS UNTUK RAKYATNYA
SALUT SAMA BAPAK SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
MOGA RAKYAT RASA BERSYUKUR DIKURNIAKAN PEMERINTAH SEPERTI BAPAK
" Saat krisis, kalo ada yang harus kempes kantongnya, biarlah yang agak kempes kantongnya Pemerintah. Jangan kantong rakyat yang kosong.
- Susilo Bambang Yudhoyono -
RATU RIMBA NIAGARA & SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
11 Rabiulakhir 1435H
11 Februari 2014M
Merah Putih Harga Mati shared PRESIDEN INDONESIA's photo.
"BUNG KARNO : "PERSETAN DENGAN PBB"
Suatu hal yang lumrah apabila kita melihat seseorang berkorban demi apa yang dicintainya, demikian juga Bung Karno. Demi Indonesia Bung Karno mengabaikan penyakit yang menggerogoti dirinya. Bung Karno selalu tampil prima dihadapan publik, walau pada hakekatnya dia dalam keadaan lemah. Hal tersebut dilakukan demi menjaga rasa percaya diri seluruh rakyat Indonesia.
Berulang kali dokter pribadinya memberi nasihat kepada Bung Karno. Ini terk...Continue Reading
Suatu hal yang lumrah apabila kita melihat seseorang berkorban demi apa yang dicintainya, demikian juga Bung Karno. Demi Indonesia Bung Karno mengabaikan penyakit yang menggerogoti dirinya. Bung Karno selalu tampil prima dihadapan publik, walau pada hakekatnya dia dalam keadaan lemah. Hal tersebut dilakukan demi menjaga rasa percaya diri seluruh rakyat Indonesia.
Berulang kali dokter pribadinya memberi nasihat kepada Bung Karno. Ini terk...Continue Reading
Merah Putih Harga Mati shared his photo.
SELAMAT TINGGAL PANCASILA....!!!!
REFORMASI SUDAH KEBLABASAN INDONESIA LIBERALISASI,
Oleh : Kanjeng Pangeran Norman Hadinegoro,SE.MM.
Bangsa Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 telah menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara RI dan Filsafah Bangsa. Dengan begitu segala kehidupan yang bersangkutan dengan Negara RI harus dilandasi Pancasila, termasuk pelaksanaan Demokrasi. Ini lebih diperkuat oleh kesadaran bangsa Indonesia bahwa Pancasila adalah J...Continue Reading
REFORMASI SUDAH KEBLABASAN INDONESIA LIBERALISASI,
Oleh : Kanjeng Pangeran Norman Hadinegoro,SE.MM.
Bangsa Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 telah menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara RI dan Filsafah Bangsa. Dengan begitu segala kehidupan yang bersangkutan dengan Negara RI harus dilandasi Pancasila, termasuk pelaksanaan Demokrasi. Ini lebih diperkuat oleh kesadaran bangsa Indonesia bahwa Pancasila adalah J...Continue Reading
(PETIKAN WALL GROUP RAJA AND SULTANATE OF NUSANTARA NASIONAL GATHERING & RATU RIMBA NIAGARA)
11 Rabiulakhir 1435H
11 Februari 2014M
0 comments:
Post a Comment