Tuesday, 30 April 2013

TRANSFORMASI KERAJAAN RIMBA & KOTA, ' KISAH DIRAJA NUSANTARA BAKAL DIBACA PEWARIS BANGSA NUSANTARA'



NOVEL PUISI CINTA DEMI-NYA (422) , TRANSFORMASI KERAJAAN RIMBA & KOTA
(133) KISAH DIRAJA NUSANTARA BAKAL DIBACA OLEH PEWARIS BANGSA NUSANTARA

    • Putri Danggan Rejanges Ramindang Sutan Sarduni Gelar Rio Mawang Raja Jang Tiang Pat ke II
      di
      Putri Danggan Rejanges Ramindang Sutan Sarduni Gelar Rio Mawang Raja Jang Tiang Pat ke II
      di
      Putri Danggan Rejanges Ramindang Sutan Sarduni Gelar Rio Mawang Raja Jang Tiang Pat ke II
      di Kerajaan Renah Sekalawi, Sultan Remandung Family (Berkas)

      Rajo Jang Tiang Pat Ke II, Sutan Sarduni gelar Rio Mawang

      Posted on February 15, 2013 by swarnabhumigroup



      Dalam kisah cindur mato, Dang Tuanku Sultan Remendung bin Hyang IndoJati alias Bujang Salamat/Selamat Panjang Gombak, beserta istri Puti Bungsu.dan ibunya bundo kanduang (Putri Si Panjang Rambuik II) yg diberitakan mengkirab pada kenyataannya, tercatat dalam sejarah nama Dang Tuanku Remendung sebagai Raja di Indropuro (1520-1524). Mereka berputra Sutan Sarduni, dan Putri Sariduni. Sutan Sarduni tumbuh sebagai anak yang bijak dan cakap, saat dewasa terdengar olehnya berita tentang Sutan Saktai Raja Jonggor yang sakti sebagai kakeknya. Hingga suatu hari bertanyalah Sutan Sarduni muda pada ibunya Puti Bungsu tentang keberadaan kakeknya. “Ibunda tercinta, ananda mendengar kabar di luar istana tentang Sutan Saktai yang sakti sebagai kakekku” tanya pangeran muda itu penuh harapan jawaban dari sang bunda yang nampak sangat terkejut oleh pertanyaan putranya yang terlalu tiba-tiba. Namun kebenaran memang harus tetap diungkapka, dan Puti Bungsu membenarkan bahwa Sutan Saktai Raja Jonggor adalah kakeknya yang menjadi raja di Renah Sekalawi. Nampak beban berat diwajahnya saat ia membenarkan berita itu.

      “Berita itu benar anakku, beliau memang ayahandaku, yang berarti beliau adalah kakekmu. Hanya karena suatu sebab semua mesti dikubur rapat-rapat agar keselamatan keturunan kita tetap aman. Tapi serapat ibunda menutup mulut apa daya kabar angin datangnya bisa lebih cepat dari yang bunda kira. Semoga rakyat kita disini bersedia menutup berita itu sampai masanya nanti bisa diungkap.” jawaban Puti Bungsu penuh pilu dihatinya dan rindu mendengar nama ayahandanya disebut.

      “Ibunda ijinkan ananda pergi menemuinya, ananda ingin bisa mengenalnya dan melihat keberadaanya” Sutan Sarduni membungkuk mencium kaki Puti Bungsu.

      “Bangunlah anakku..bunda mengijinkan dirimu bertemu dengannya dan kembalilah untuk ibu suatu hari nanti..” dengan berat Puti Bungsu mengijinkan pangeran muda itu pergi mencari sang kakek.

      “Terimakasih ibunda., doakan ananda selamat sampai tujuan, namun bagaimana memberi tahukan beliau kalau ananda adalah cucunya?’ keraguan menyelinap sesaat dibenak pangeran muda itu. Puti Bungsu pun berfikir saat pergi mengkirab ia tak membawa apapun yang bisa dijadikan tanda mata buat keturunannya kelak. Ia mengeluarkan selembar saputangan merah darah berukir sulaman dan terukir namanya disudutnya dengan benang emas.

      “Maafkan ibunda tak mampu memebrikan sesuatu bukti padamu kecuali sebuah kebenaran sejarah putraku, namun bawalah ini sebagai tanda mata dari bunda untukmu. Perlihatkan ini pada kakekmu. Semoga beliau dengan kesaktiannya bisa mengenali dirimu sebagai cucunya.” Dengan penuh kesedihan dan kepiluan ia pun menyerahkan selembar saputangan merah itu pada putranya. Setelah gelap, Sutan Sarduni pun pergi meninggalkan ayah ibunya agar tak diketahui oleh banyak orang, adiknya Putri Sariduni sudah tertidur pulas. Ia memandangi adiknya penuh kesedihan.

      “Adinda, jagalah ayah dan bunda kita. Biarlah kelak sejarah yang akan mempertemukan kita dikemudian hari” dicium kening adiknya. Dan segera mengendap keluar istana.



      Sutan Sarduni berangkat tak tentu arahnya karena ia tak tahu dimana Renah Sekalawi berada, banyak bertanya pada setiap orang yang ditemuinya setelah keluar dari wilayah kediamannya. Dan ia menuruti kata hatinya dengan menyusuri pantai laut arah ke Selatan, sampailah ia di Sungai Muara Ketahun. Tentu saja perjalanannya memakan waktu yang cukup lama, masuk hutan keluar hutan belukar. Akhirnya sampailah ia digunung yang cukup tinggi yakni gunung Resan. Bermalamlah ia disana karena terlampau lelah berjalan. Dalam tidurnya ia bermimpi didatangi oleh seorang tua yang memberitahukan keberadaan kakeknya Sutan Saktai Raja Jonggor.

      “Cucuku, palingkan wajahmu ke arah timur, karena disitulah kakemu mengadakan sidang.Pergilah ke temnpat itu bila ingin bertemu dengannya.”

      “Baik kek, maaf tapi siapakah dirimu..kakek..kakek” ia terbangun dan terkejut ternyata ia bermimpi namun nampak sangat nyata adanya. Sejenak ia merenungi ucapan sang kakek, dan ia memutuskan untuk mengikuti petunjuk dari kakek tersebut.



      Ia melanjutkan perjalanan menuju ke tempat itu yang menurut penduduk yang ditemuinya dijalan jauhnya berjarak kira-kira 12 KM. Akhirnya sebelum sore sampailah ia di sebuah kampung yang sudah masuk wilayah Renah Sekalawi. Ia menanyakan pada penduduk apa nama kampung ini, kenapa banyak orang yang terlebong disini.

      “Permisi sanok, ngapo banyak orang telebong disini. Maaf apo namo kampung ko”Menjawablah penduduk bahwa kampung itu.

      “Kampung ko bernamo Renah Sekalawi.Banyak orang telebong ko kerno rajo kami la besidang kek pemimpin pemimpin Pat Petuloi, Pemimpin Tiang Pat”

      “”oh cam itu yo mokasih sanok, amb nak pai ke sano dulu” betapa girang hati Sutan Sarduni mendengar penjelasan penduduk tadi, itu artinya ia akan segera bertemu dengan sang kakek dengan segera. Dengan bergegas ia segera pergi menuju ke sana.Nampak lah tempat yang dimaksud, dengan tanpa ragu ia segera masuk saja.Namun ketika sampai di Pintu masuk balaiirung, ia dicegat oleh hulubalang penjaga pintu, dan ditangkap dibawa menghadap ke Rajo Renah Sekalawi. Rajo sedang memimpin sidang, menghentikan sidang dengan seketika, dengan terheran ia memandang ke arah anak muda yang dibawa oleh sang pengawal itu.

      “Hai pengawal, ada gerangan kau menghadap. Tidakkah kau melihat diriku yang sedang memimpin persidangan ini”.tanya san baginda Rajo Tiang Pat I dengan bijak dan penuh tanda tanya. Nampak wajah tuanya menyiratkan kebijaksanaan yang dimilikinya, gan gurat kelelahan diwajahnya. Namun beliau tetap nampak gagah dengan baju raja yang sederhana dengan mencirikan khas adat istiadat setempat. Sejak kisah cindur mato terputuslah hubungan kekerabatan dengan pagaruyung. Renah Sekalawi mengganti sistem kerajaan yang berdiri sendiri dengan menobatkan beliau sebagai Rajo Tiang Pat I dengan nama Rajo Mudo Rajo Megat Sutan Saktai Rajo Jonggor, dan lebih dikenal dengan nama Rajo Megat Sutan Saktai Rajo Jonggor, dan kerajaan di Renah Sekalawipun disatukan kedalam ikatan keluarga Kerajaan Jang Pat Petuloi Lemo ngen Rajo, dg ini menggugurkan beliau sebagai bandaro nagari dari pagaruyung tetapi resmi menjadi pemimpin raja2 dari kerajaan jang pat petuloi lima dengan raja (kerajaan 4 pemimpin lima dengan rajanya).

      Pengawal itu tertunduk penuh takut, sementara anak muda itu pun bersujud dan berkata:

      “maafkan hamba tuan yang berkuaso, hamba bernamo Sutan Sarduni, putro dari Dang Tuanku Sultan Remendung dari ibunda Puti Bungsu dari Indropuro. Tetapi orang tua hamba dulu berasal dari tanah Pagaruyung. Adapun tujuan hamba ingin bertemu dengan kakeku yang bernama Rajo Megat Sutan Saktai Rajo Jonggor.”ujar Sutan Sarduni penuh hormat, karena sudah mengira laki-laki tua itulah kakeknya. Sungguh terkejut wajah sang kakek, begitupun semua yang hadir mengingat kisah dimasa lampau yang menyisakan pilu dihati masyarakat Renah Sekalawi hingga tak ada kabar dimana keberadaan Puti Mahkota, Puti Bungsu berada. Dan Tuhan mengabulkan doanya dengan menghadirkan seorang pangeran muda yang gagah dan tampan, wajahnya bulat penuh alisnya tebal bibirnya sempurna kulitnya putih, dan cukup tinggi, benar-benar tampan cucunya, ia mirip dengan ibunya Puti Bungsu. Betapa kerinduan tak bisa ditahan namun wibawa tetap harus dijaga.

      “Oh benarkah itu,dirimu putro Puti Bungsu. Apa dirimu bisa membuktikannya? tanya sang kakek Rajo Megat dengan penuh selidik meski hatinya sudah membenarkan dengan kesaktiannya ia mampu merasakan pesan yang disampaikan oleh putrinya Puti Bungsu, dan tanya sang kakek sungguh mengejutkan semua yang hadir di balai sidang. Namun tanpa gentar pemuda itu pun berkata..

      “Benar tuanku, hambalah putro sulung dari bundo Puti Bungsu. Bundo menitipkan sesuatu sebagi tando mato untuk ananda.Inilah selampek merah bertuliskan namo ibundo tuanku” anak mudo nan gagah maju ke depan balai sidang mendekati sang kakek mengulurkan sapu tangan merah bersulam emas bertuliskan nama ibundanya. Raja pun terkejut karena sangat mengenali tulisan indah itu sebagai tulisan putri mahkotanya. Penuh haru didekapnya saputangan merah itu ke dadanya. Menitiklah air matanya dipelupuk mata dan bersyukur ternyata putrinya masih hidup dan selamat dari kejaran rajo tiang bungkuk.

      “Ternyata kau benar cucuku anak muda.bangunlah..” sang kakek menepuk pundak cucunya penuh kasih dan rindu yang dalam. Setelah sekian lama tiada berkhabar dari putrinya, tiba-tiba muncullah pangeran tampan dihadapannya dan dihadapan muka sidang yang sedang berjalan. Mereka semua yang telebong (berkumpul) menyaksikan itu penuh haru dan syukur. Dan memberikan kabar berita yang gembira setelah suram memikirkan siapakah kelak yang akan menggantikan sang raja dikemudian hari.



      Selama Sutan Sarduni berada bersama kakeknya di Renah Sekalawi, ia menampakkan kecakapan, kecerdasan dalam mengatur dan ikut mengendalikan pemerintahan. Sehingga masing-masing Tiang Pat menaruh simpati kepadanya. Gerak yang tangkas, sikap yang bijak dan adil dalam menyelesaikan tugas-tugas kerajaan yang dibebankan kepadanya oleh sang kakek mampu membuat sang kakek mengambil keputusan segera menyerahkan tampuk pimpinan Rajo Tiang Pat Petuloi kepadanya. Dan dia dinobatkan sebagai Raja Jang Tiang Pat Lemo Ngen Rajo yang ke II dengan gelar RIO MAWANG.

      Setelah Rio Mawang naik tahta dan untuk menguatkan kedudukannya di Renah Sekalawi Rio Mawang dinikahkan dengan Putri Sindaraya binti Rio Malang (ajai Malang) pimpinan suku jang di Kutu Baru Sentan diPelabai. Dan sang kakek yang sudah mengundurkan diri menjadi raja sejoyanya kembali ke Pagaruyung, namun menurut riwayat beliau memilih raib di Gunung Besar Ulu Lais. (Wallahu a’lam)

      Keturunan Sutan Sarduni gelar Rio Mawang



      1. Ki Geto

      2. Ki Tago

      3. Ki Ain

      4. Ki Genain

      5. Ki Nio

      6. Ki Karang Nio

      7. Putri Serindang Bulen (Sebei Lebong)

      kisah ini ditulis sebagai wacana pengetahuan untuk seluruh masyarakat Renah Sekalaw — di indahnya bisa memahami dan menghargai informasi sbg wacana.i, Sultan Remandung Family (Berkas)

      Rajo Jang Tiang Pat Ke II, Sutan Sarduni gelar Rio Mawang

      Posted on February 15, 2013 by swarnabhumigroup



      Dalam kisah cindur mato, Dang Tuanku Sultan Remendung bin Hyang IndoJati alias Bujang Salamat/Selamat Panjang Gombak, beserta istri Puti Bungsu.dan ibunya bundo kanduang (Putri Si Panjang Rambuik II) yg diberitakan mengkirab pada kenyataannya, tercatat dalam sejarah nama Dang Tuanku Remendung sebagai Raja di Indropuro (1520-1524). Mereka berputra Sutan Sarduni, dan Putri Sariduni. Sutan Sarduni tumbuh sebagai anak yang bijak dan cakap, saat dewasa terdengar olehnya berita tentang Sutan Saktai Raja Jonggor yang sakti sebagai kakeknya. Hingga suatu hari bertanyalah Sutan Sarduni muda pada ibunya Puti Bungsu tentang keberadaan kakeknya. “Ibunda tercinta, ananda mendengar kabar di luar istana tentang Sutan Saktai yang sakti sebagai kakekku” tanya pangeran muda itu penuh harapan jawaban dari sang bunda yang nampak sangat terkejut oleh pertanyaan putranya yang terlalu tiba-tiba. Namun kebenaran memang harus tetap diungkapka, dan Puti Bungsu membenarkan bahwa Sutan Saktai Raja Jonggor adalah kakeknya yang menjadi raja di Renah Sekalawi. Nampak beban berat diwajahnya saat ia membenarkan berita itu.

      “Berita itu benar anakku, beliau memang ayahandaku, yang berarti beliau adalah kakekmu. Hanya karena suatu sebab semua mesti dikubur rapat-rapat agar keselamatan keturunan kita tetap aman. Tapi serapat ibunda menutup mulut apa daya kabar angin datangnya bisa lebih cepat dari yang bunda kira. Semoga rakyat kita disini bersedia menutup berita itu sampai masanya nanti bisa diungkap.” jawaban Puti Bungsu penuh pilu dihatinya dan rindu mendengar nama ayahandanya disebut.

      “Ibunda ijinkan ananda pergi menemuinya, ananda ingin bisa mengenalnya dan melihat keberadaanya” Sutan Sarduni membungkuk mencium kaki Puti Bungsu.

      “Bangunlah anakku..bunda mengijinkan dirimu bertemu dengannya dan kembalilah untuk ibu suatu hari nanti..” dengan berat Puti Bungsu mengijinkan pangeran muda itu pergi mencari sang kakek.

      “Terimakasih ibunda., doakan ananda selamat sampai tujuan, namun bagaimana memberi tahukan beliau kalau ananda adalah cucunya?’ keraguan menyelinap sesaat dibenak pangeran muda itu. Puti Bungsu pun berfikir saat pergi mengkirab ia tak membawa apapun yang bisa dijadikan tanda mata buat keturunannya kelak. Ia mengeluarkan selembar saputangan merah darah berukir sulaman dan terukir namanya disudutnya dengan benang emas.

      “Maafkan ibunda tak mampu memebrikan sesuatu bukti padamu kecuali sebuah kebenaran sejarah putraku, namun bawalah ini sebagai tanda mata dari bunda untukmu. Perlihatkan ini pada kakekmu. Semoga beliau dengan kesaktiannya bisa mengenali dirimu sebagai cucunya.” Dengan penuh kesedihan dan kepiluan ia pun menyerahkan selembar saputangan merah itu pada putranya. Setelah gelap, Sutan Sarduni pun pergi meninggalkan ayah ibunya agar tak diketahui oleh banyak orang, adiknya Putri Sariduni sudah tertidur pulas. Ia memandangi adiknya penuh kesedihan.

      “Adinda, jagalah ayah dan bunda kita. Biarlah kelak sejarah yang akan mempertemukan kita dikemudian hari” dicium kening adiknya. Dan segera mengendap keluar istana.



      Sutan Sarduni berangkat tak tentu arahnya karena ia tak tahu dimana Renah Sekalawi berada, banyak bertanya pada setiap orang yang ditemuinya setelah keluar dari wilayah kediamannya. Dan ia menuruti kata hatinya dengan menyusuri pantai laut arah ke Selatan, sampailah ia di Sungai Muara Ketahun. Tentu saja perjalanannya memakan waktu yang cukup lama, masuk hutan keluar hutan belukar. Akhirnya sampailah ia digunung yang cukup tinggi yakni gunung Resan. Bermalamlah ia disana karena terlampau lelah berjalan. Dalam tidurnya ia bermimpi didatangi oleh seorang tua yang memberitahukan keberadaan kakeknya Sutan Saktai Raja Jonggor.

      “Cucuku, palingkan wajahmu ke arah timur, karena disitulah kakemu mengadakan sidang.Pergilah ke temnpat itu bila ingin bertemu dengannya.”

      “Baik kek, maaf tapi siapakah dirimu..kakek..kakek” ia terbangun dan terkejut ternyata ia bermimpi namun nampak sangat nyata adanya. Sejenak ia merenungi ucapan sang kakek, dan ia memutuskan untuk mengikuti petunjuk dari kakek tersebut.



      Ia melanjutkan perjalanan menuju ke tempat itu yang menurut penduduk yang ditemuinya dijalan jauhnya berjarak kira-kira 12 KM. Akhirnya sebelum sore sampailah ia di sebuah kampung yang sudah masuk wilayah Renah Sekalawi. Ia menanyakan pada penduduk apa nama kampung ini, kenapa banyak orang yang terlebong disini.

      “Permisi sanok, ngapo banyak orang telebong disini. Maaf apo namo kampung ko”Menjawablah penduduk bahwa kampung itu.

      “Kampung ko bernamo Renah Sekalawi.Banyak orang telebong ko kerno rajo kami la besidang kek pemimpin pemimpin Pat Petuloi, Pemimpin Tiang Pat”

      “”oh cam itu yo mokasih sanok, amb nak pai ke sano dulu” betapa girang hati Sutan Sarduni mendengar penjelasan penduduk tadi, itu artinya ia akan segera bertemu dengan sang kakek dengan segera. Dengan bergegas ia segera pergi menuju ke sana.Nampak lah tempat yang dimaksud, dengan tanpa ragu ia segera masuk saja.Namun ketika sampai di Pintu masuk balaiirung, ia dicegat oleh hulubalang penjaga pintu, dan ditangkap dibawa menghadap ke Rajo Renah Sekalawi. Rajo sedang memimpin sidang, menghentikan sidang dengan seketika, dengan terheran ia memandang ke arah anak muda yang dibawa oleh sang pengawal itu.

      “Hai pengawal, ada gerangan kau menghadap. Tidakkah kau melihat diriku yang sedang memimpin persidangan ini”.tanya san baginda Rajo Tiang Pat I dengan bijak dan penuh tanda tanya. Nampak wajah tuanya menyiratkan kebijaksanaan yang dimilikinya, gan gurat kelelahan diwajahnya. Namun beliau tetap nampak gagah dengan baju raja yang sederhana dengan mencirikan khas adat istiadat setempat. Sejak kisah cindur mato terputuslah hubungan kekerabatan dengan pagaruyung. Renah Sekalawi mengganti sistem kerajaan yang berdiri sendiri dengan menobatkan beliau sebagai Rajo Tiang Pat I dengan nama Rajo Mudo Rajo Megat Sutan Saktai Rajo Jonggor, dan lebih dikenal dengan nama Rajo Megat Sutan Saktai Rajo Jonggor, dan kerajaan di Renah Sekalawipun disatukan kedalam ikatan keluarga Kerajaan Jang Pat Petuloi Lemo ngen Rajo, dg ini menggugurkan beliau sebagai bandaro nagari dari pagaruyung tetapi resmi menjadi pemimpin raja2 dari kerajaan jang pat petuloi lima dengan raja (kerajaan 4 pemimpin lima dengan rajanya).

      Pengawal itu tertunduk penuh takut, sementara anak muda itu pun bersujud dan berkata:

      “maafkan hamba tuan yang berkuaso, hamba bernamo Sutan Sarduni, putro dari Dang Tuanku Sultan Remendung dari ibunda Puti Bungsu dari Indropuro. Tetapi orang tua hamba dulu berasal dari tanah Pagaruyung. Adapun tujuan hamba ingin bertemu dengan kakeku yang bernama Rajo Megat Sutan Saktai Rajo Jonggor.”ujar Sutan Sarduni penuh hormat, karena sudah mengira laki-laki tua itulah kakeknya. Sungguh terkejut wajah sang kakek, begitupun semua yang hadir mengingat kisah dimasa lampau yang menyisakan pilu dihati masyarakat Renah Sekalawi hingga tak ada kabar dimana keberadaan Puti Mahkota, Puti Bungsu berada. Dan Tuhan mengabulkan doanya dengan menghadirkan seorang pangeran muda yang gagah dan tampan, wajahnya bulat penuh alisnya tebal bibirnya sempurna kulitnya putih, dan cukup tinggi, benar-benar tampan cucunya, ia mirip dengan ibunya Puti Bungsu. Betapa kerinduan tak bisa ditahan namun wibawa tetap harus dijaga.

      “Oh benarkah itu,dirimu putro Puti Bungsu. Apa dirimu bisa membuktikannya? tanya sang kakek Rajo Megat dengan penuh selidik meski hatinya sudah membenarkan dengan kesaktiannya ia mampu merasakan pesan yang disampaikan oleh putrinya Puti Bungsu, dan tanya sang kakek sungguh mengejutkan semua yang hadir di balai sidang. Namun tanpa gentar pemuda itu pun berkata..

      “Benar tuanku, hambalah putro sulung dari bundo Puti Bungsu. Bundo menitipkan sesuatu sebagi tando mato untuk ananda.Inilah selampek merah bertuliskan namo ibundo tuanku” anak mudo nan gagah maju ke depan balai sidang mendekati sang kakek mengulurkan sapu tangan merah bersulam emas bertuliskan nama ibundanya. Raja pun terkejut karena sangat mengenali tulisan indah itu sebagai tulisan putri mahkotanya. Penuh haru didekapnya saputangan merah itu ke dadanya. Menitiklah air matanya dipelupuk mata dan bersyukur ternyata putrinya masih hidup dan selamat dari kejaran rajo tiang bungkuk.

      “Ternyata kau benar cucuku anak muda.bangunlah..” sang kakek menepuk pundak cucunya penuh kasih dan rindu yang dalam. Setelah sekian lama tiada berkhabar dari putrinya, tiba-tiba muncullah pangeran tampan dihadapannya dan dihadapan muka sidang yang sedang berjalan. Mereka semua yang telebong (berkumpul) menyaksikan itu penuh haru dan syukur. Dan memberikan kabar berita yang gembira setelah suram memikirkan siapakah kelak yang akan menggantikan sang raja dikemudian hari.



      Selama Sutan Sarduni berada bersama kakeknya di Renah Sekalawi, ia menampakkan kecakapan, kecerdasan dalam mengatur dan ikut mengendalikan pemerintahan. Sehingga masing-masing Tiang Pat menaruh simpati kepadanya. Gerak yang tangkas, sikap yang bijak dan adil dalam menyelesaikan tugas-tugas kerajaan yang dibebankan kepadanya oleh sang kakek mampu membuat sang kakek mengambil keputusan segera menyerahkan tampuk pimpinan Rajo Tiang Pat Petuloi kepadanya. Dan dia dinobatkan sebagai Raja Jang Tiang Pat Lemo Ngen Rajo yang ke II dengan gelar RIO MAWANG.

      Setelah Rio Mawang naik tahta dan untuk menguatkan kedudukannya di Renah Sekalawi Rio Mawang dinikahkan dengan Putri Sindaraya binti Rio Malang (ajai Malang) pimpinan suku jang di Kutu Baru Sentan diPelabai. Dan sang kakek yang sudah mengundurkan diri menjadi raja sejoyanya kembali ke Pagaruyung, namun menurut riwayat beliau memilih raib di Gunung Besar Ulu Lais. (Wallahu a’lam)

      Keturunan Sutan Sarduni gelar Rio Mawang



      1. Ki Geto

      2. Ki Tago

      3. Ki Ain

      4. Ki Genain

      5. Ki Nio

      6. Ki Karang Nio

      7. Putri Serindang Bulen (Sebei Lebong)

      kisah ini ditulis sebagai wacana pengetahuan untuk seluruh masyarakat Renah Sekalaw — di indahnya bisa memahami dan menghargai informasi sbg wacana. (Berkas)

      Rajo Jang Tiang Pat Ke II, Sutan Sarduni gelar Rio Mawang

      Posted on February 15, 2013 by swarnabhumigroup



      Dalam kisah cindur mato, Dang Tuanku Sultan Remendung bin Hyang IndoJati alias Bujang Salamat/Selamat Panjang Gombak, beserta istri Puti Bungsu.dan ibunya bundo kanduang (Putri Si Panjang Rambuik II) yg diberitakan mengkirab pada kenyataannya, tercatat dalam sejarah nama Dang Tuanku Remendung sebagai Raja di Indropuro (1520-1524). Mereka berputra Sutan Sarduni, dan Putri Sariduni. Sutan Sarduni tumbuh sebagai anak yang bijak dan cakap, saat dewasa terdengar olehnya berita tentang Sutan Saktai Raja Jonggor yang sakti sebagai kakeknya. Hingga suatu hari bertanyalah Sutan Sarduni muda pada ibunya Puti Bungsu tentang keberadaan kakeknya. “Ibunda tercinta, ananda mendengar kabar di luar istana tentang Sutan Saktai yang sakti sebagai kakekku” tanya pangeran muda itu penuh harapan jawaban dari sang bunda yang nampak sangat terkejut oleh pertanyaan putranya yang terlalu tiba-tiba. Namun kebenaran memang harus tetap diungkapka, dan Puti Bungsu membenarkan bahwa Sutan Saktai Raja Jonggor adalah kakeknya yang menjadi raja di Renah Sekalawi. Nampak beban berat diwajahnya saat ia membenarkan berita itu.

      “Berita itu benar anakku, beliau memang ayahandaku, yang berarti beliau adalah kakekmu. Hanya karena suatu sebab semua mesti dikubur rapat-rapat agar keselamatan keturunan kita tetap aman. Tapi serapat ibunda menutup mulut apa daya kabar angin datangnya bisa lebih cepat dari yang bunda kira. Semoga rakyat kita disini bersedia menutup berita itu sampai masanya nanti bisa diungkap.” jawaban Puti Bungsu penuh pilu dihatinya dan rindu mendengar nama ayahandanya disebut.

      “Ibunda ijinkan ananda pergi menemuinya, ananda ingin bisa mengenalnya dan melihat keberadaanya” Sutan Sarduni membungkuk mencium kaki Puti Bungsu.

      “Bangunlah anakku..bunda mengijinkan dirimu bertemu dengannya dan kembalilah untuk ibu suatu hari nanti..” dengan berat Puti Bungsu mengijinkan pangeran muda itu pergi mencari sang kakek.

      “Terimakasih ibunda., doakan ananda selamat sampai tujuan, namun bagaimana memberi tahukan beliau kalau ananda adalah cucunya?’ keraguan menyelinap sesaat dibenak pangeran muda itu. Puti Bungsu pun berfikir saat pergi mengkirab ia tak membawa apapun yang bisa dijadikan tanda mata buat keturunannya kelak. Ia mengeluarkan selembar saputangan merah darah berukir sulaman dan terukir namanya disudutnya dengan benang emas.

      “Maafkan ibunda tak mampu memebrikan sesuatu bukti padamu kecuali sebuah kebenaran sejarah putraku, namun bawalah ini sebagai tanda mata dari bunda untukmu. Perlihatkan ini pada kakekmu. Semoga beliau dengan kesaktiannya bisa mengenali dirimu sebagai cucunya.” Dengan penuh kesedihan dan kepiluan ia pun menyerahkan selembar saputangan merah itu pada putranya. Setelah gelap, Sutan Sarduni pun pergi meninggalkan ayah ibunya agar tak diketahui oleh banyak orang, adiknya Putri Sariduni sudah tertidur pulas. Ia memandangi adiknya penuh kesedihan.

      “Adinda, jagalah ayah dan bunda kita. Biarlah kelak sejarah yang akan mempertemukan kita dikemudian hari” dicium kening adiknya. Dan segera mengendap keluar istana.



      Sutan Sarduni berangkat tak tentu arahnya karena ia tak tahu dimana Renah Sekalawi berada, banyak bertanya pada setiap orang yang ditemuinya setelah keluar dari wilayah kediamannya. Dan ia menuruti kata hatinya dengan menyusuri pantai laut arah ke Selatan, sampailah ia di Sungai Muara Ketahun. Tentu saja perjalanannya memakan waktu yang cukup lama, masuk hutan keluar hutan belukar. Akhirnya sampailah ia digunung yang cukup tinggi yakni gunung Resan. Bermalamlah ia disana karena terlampau lelah berjalan. Dalam tidurnya ia bermimpi didatangi oleh seorang tua yang memberitahukan keberadaan kakeknya Sutan Saktai Raja Jonggor.

      “Cucuku, palingkan wajahmu ke arah timur, karena disitulah kakemu mengadakan sidang.Pergilah ke temnpat itu bila ingin bertemu dengannya.”

      “Baik kek, maaf tapi siapakah dirimu..kakek..kakek” ia terbangun dan terkejut ternyata ia bermimpi namun nampak sangat nyata adanya. Sejenak ia merenungi ucapan sang kakek, dan ia memutuskan untuk mengikuti petunjuk dari kakek tersebut.



      Ia melanjutkan perjalanan menuju ke tempat itu yang menurut penduduk yang ditemuinya dijalan jauhnya berjarak kira-kira 12 KM. Akhirnya sebelum sore sampailah ia di sebuah kampung yang sudah masuk wilayah Renah Sekalawi. Ia menanyakan pada penduduk apa nama kampung ini, kenapa banyak orang yang terlebong disini.

      “Permisi sanok, ngapo banyak orang telebong disini. Maaf apo namo kampung ko”Menjawablah penduduk bahwa kampung itu.

      “Kampung ko bernamo Renah Sekalawi.Banyak orang telebong ko kerno rajo kami la besidang kek pemimpin pemimpin Pat Petuloi, Pemimpin Tiang Pat”

      “”oh cam itu yo mokasih sanok, amb nak pai ke sano dulu” betapa girang hati Sutan Sarduni mendengar penjelasan penduduk tadi, itu artinya ia akan segera bertemu dengan sang kakek dengan segera. Dengan bergegas ia segera pergi menuju ke sana.Nampak lah tempat yang dimaksud, dengan tanpa ragu ia segera masuk saja.Namun ketika sampai di Pintu masuk balaiirung, ia dicegat oleh hulubalang penjaga pintu, dan ditangkap dibawa menghadap ke Rajo Renah Sekalawi. Rajo sedang memimpin sidang, menghentikan sidang dengan seketika, dengan terheran ia memandang ke arah anak muda yang dibawa oleh sang pengawal itu.

      “Hai pengawal, ada gerangan kau menghadap. Tidakkah kau melihat diriku yang sedang memimpin persidangan ini”.tanya san baginda Rajo Tiang Pat I dengan bijak dan penuh tanda tanya. Nampak wajah tuanya menyiratkan kebijaksanaan yang dimilikinya, gan gurat kelelahan diwajahnya. Namun beliau tetap nampak gagah dengan baju raja yang sederhana dengan mencirikan khas adat istiadat setempat. Sejak kisah cindur mato terputuslah hubungan kekerabatan dengan pagaruyung. Renah Sekalawi mengganti sistem kerajaan yang berdiri sendiri dengan menobatkan beliau sebagai Rajo Tiang Pat I dengan nama Rajo Mudo Rajo Megat Sutan Saktai Rajo Jonggor, dan lebih dikenal dengan nama Rajo Megat Sutan Saktai Rajo Jonggor, dan kerajaan di Renah Sekalawipun disatukan kedalam ikatan keluarga Kerajaan Jang Pat Petuloi Lemo ngen Rajo, dg ini menggugurkan beliau sebagai bandaro nagari dari pagaruyung tetapi resmi menjadi pemimpin raja2 dari kerajaan jang pat petuloi lima dengan raja (kerajaan 4 pemimpin lima dengan rajanya).

      Pengawal itu tertunduk penuh takut, sementara anak muda itu pun bersujud dan berkata:

      “maafkan hamba tuan yang berkuaso, hamba bernamo Sutan Sarduni, putro dari Dang Tuanku Sultan Remendung dari ibunda Puti Bungsu dari Indropuro. Tetapi orang tua hamba dulu berasal dari tanah Pagaruyung. Adapun tujuan hamba ingin bertemu dengan kakeku yang bernama Rajo Megat Sutan Saktai Rajo Jonggor.”ujar Sutan Sarduni penuh hormat, karena sudah mengira laki-laki tua itulah kakeknya. Sungguh terkejut wajah sang kakek, begitupun semua yang hadir mengingat kisah dimasa lampau yang menyisakan pilu dihati masyarakat Renah Sekalawi hingga tak ada kabar dimana keberadaan Puti Mahkota, Puti Bungsu berada. Dan Tuhan mengabulkan doanya dengan menghadirkan seorang pangeran muda yang gagah dan tampan, wajahnya bulat penuh alisnya tebal bibirnya sempurna kulitnya putih, dan cukup tinggi, benar-benar tampan cucunya, ia mirip dengan ibunya Puti Bungsu. Betapa kerinduan tak bisa ditahan namun wibawa tetap harus dijaga.

      “Oh benarkah itu,dirimu putro Puti Bungsu. Apa dirimu bisa membuktikannya? tanya sang kakek Rajo Megat dengan penuh selidik meski hatinya sudah membenarkan dengan kesaktiannya ia mampu merasakan pesan yang disampaikan oleh putrinya Puti Bungsu, dan tanya sang kakek sungguh mengejutkan semua yang hadir di balai sidang. Namun tanpa gentar pemuda itu pun berkata..

      “Benar tuanku, hambalah putro sulung dari bundo Puti Bungsu. Bundo menitipkan sesuatu sebagi tando mato untuk ananda.Inilah selampek merah bertuliskan namo ibundo tuanku” anak mudo nan gagah maju ke depan balai sidang mendekati sang kakek mengulurkan sapu tangan merah bersulam emas bertuliskan nama ibundanya. Raja pun terkejut karena sangat mengenali tulisan indah itu sebagai tulisan putri mahkotanya. Penuh haru didekapnya saputangan merah itu ke dadanya. Menitiklah air matanya dipelupuk mata dan bersyukur ternyata putrinya masih hidup dan selamat dari kejaran rajo tiang bungkuk.

      “Ternyata kau benar cucuku anak muda.bangunlah..” sang kakek menepuk pundak cucunya penuh kasih dan rindu yang dalam. Setelah sekian lama tiada berkhabar dari putrinya, tiba-tiba muncullah pangeran tampan dihadapannya dan dihadapan muka sidang yang sedang berjalan. Mereka semua yang telebong (berkumpul) menyaksikan itu penuh haru dan syukur. Dan memberikan kabar berita yang gembira setelah suram memikirkan siapakah kelak yang akan menggantikan sang raja dikemudian hari.



      Selama Sutan Sarduni berada bersama kakeknya di Renah Sekalawi, ia menampakkan kecakapan, kecerdasan dalam mengatur dan ikut mengendalikan pemerintahan. Sehingga masing-masing Tiang Pat menaruh simpati kepadanya. Gerak yang tangkas, sikap yang bijak dan adil dalam menyelesaikan tugas-tugas kerajaan yang dibebankan kepadanya oleh sang kakek mampu membuat sang kakek mengambil keputusan segera menyerahkan tampuk pimpinan Rajo Tiang Pat Petuloi kepadanya. Dan dia dinobatkan sebagai Raja Jang Tiang Pat Lemo Ngen Rajo yang ke II dengan gelar RIO MAWANG.

      Setelah Rio Mawang naik tahta dan untuk menguatkan kedudukannya di Renah Sekalawi Rio Mawang dinikahkan dengan Putri Sindaraya binti Rio Malang (ajai Malang) pimpinan suku jang di Kutu Baru Sentan diPelabai. Dan sang kakek yang sudah mengundurkan diri menjadi raja sejoyanya kembali ke Pagaruyung, namun menurut riwayat beliau memilih raib di Gunung Besar Ulu Lais. (Wallahu a’lam)

      Keturunan Sutan Sarduni gelar Rio Mawang



      1. Ki Geto

      2. Ki Tago

      3. Ki Ain

      4. Ki Genain

      5. Ki Nio

      6. Ki Karang Nio

      7. Putri Serindang Bulen (Sebei Lebong)

      kisah ini ditulis sebagai wacana pengetahuan untuk seluruh masyarakat Renah Sekalaw — di indahnya bisa memahami dan menghargai informasi sbg wacana.

(PETIKAN DARIPADA WALL GROUP RAJA AND SULTANATE OF NUSANTARA
NASIONAL GATHERING"
1 Mei 2013
WWW

0 comments:

Post a Comment

 
;